PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN



PERKEMBANGAN AGAMA KRISTEN DI EROPA PADA ABAD PERTENGAHAN

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS
Mata Kuliah: Filsafat
Dosen Pengampu: Mas’udi S.Fil.I., MA

logo STAIN bening.jpg

Disusun oleh: 
Lia Muthoharoh (1430310004)

           
 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / AT
TAHUN 2014



I.                   PENDAHULUAN
            Dikatakan sebagai Abad Pertengahan karena zaman ini berada diantara zaman kuno dan modern. Abad pertengahan ini sejalan dengan berkembangnya periode filsafat yang disebut Skolastik, yaitu masa keemasan agama Kristen di Eropa. Puncak keemasan agama Kristen sebenarnya sudah dimulai pada paruh terakhir zaman kuno yaitu masa Patristik.
Abad Pertengahan sendiri membawa reputasi yang tidak menguntungkan bagi perkembangan filsafat. Ini tidak lain karena dominasi yang terlalu kuat dari para rohaniwan, sehingga segala sesuatu yang bertentangan dengan pendapat mereka dipandang sebagai suatu dosa yang harus dimusnahkan. Dengan perkataan lain, terjadilah pembungkaman yang demikian hebat terhadap kebebasan berpikir, yang lebih jauh lagi membawa sejarah filsafat Barat kedalam masa kegelapan panjang.
            Pada makalah ini, saya akan memberikan penjabaran secara mendetail dari  perkembangan agama Kristen pada Abad Pertengahan, dimulai dari sejarah filsafat Barat, penjelasan mengenai Abad Pertengahan, ciri khas Abad Pertengahan, ilmu di Abad Pertengahan, tokoh atau filsuf yang hidup di Abad Pertengahan, dan juga tanggapan hukum di abad tersebut.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana sejarah adanya filsafat Barat?
B.     Bagaimana pengaruh agama Kristen di Abad Pertengahan?
C.     Bagaimana ciri khas filsafat Barat Abad Pertengahan?
D.    Apa saja ilmu di Abad Pertengahan?
E.     Apa warisan dari Abad Pertengahan?
F.      Siapa saja tokoh atau filosof di Abad Petengahan?
G.    Bangaimana tanggapan tentang hukum, selama Abad Pertengahan?









III.       PEMBAHASAN
A.     Sejarah Filsafat Barat
            Pada zaman kuno, fokus pembicaraan pada filsafat barat adalah tentang alam (kosmosentris).  Hal ini tampak jelas pada awal kebangkitannya, tepatnya pada masa Thales (625-545 SM). Pada masa Abad Pertengahan, suasananya mulai berubah, dari kosmosentris ke teosentris. Hal ini berkaitan erat dengan pesatnya perkembangan agama Kristen di Eropa, yang mulai terjadi pada masa Patristik mencapai puncaknya pada masa Skolastik. Pengaruh agama yang sangat kuat pada abad pertengahan ini membawa dampak negatif pada kebebasan berpikir, sehingga pada masa ini dikenal sebagai abad kegelapan. Sekalipun demikian, beberapa penemuan ilmiah tetap tidak terhambat. Salah satu diantaranya adalah munculnya Revolusi Copernicus yang sekaligus membuktikan kekeliruan kaum gereja pada masa itu. Hal ini menyadarkan banyak orang, sehingga timbul Renesanse, yakni kelahiran kembali manusia dari masa kegelapan panjang yang membelenggu rasio. Renesanse ini mengawali suatu periode, yang disebut zaman modern. Pada zaman ini manusialah yang menjadi subjek (antroposentis).
            Pada abad ke-19 dan ke-20 manusia tetap sebagai subjek dari realitas. Bedanya, menurut Hamersma, perhatian utama tidak lagi dipusatkan kepada rasio, empiris dan ide-ide manusia, melainkan lebih kepada unsur-unsur irasional, yaitu kebebasan atau kehendak sebagai motor tindakan manusia. Hamersma juga mengemukakan beberapa pendapat yang mengatakan bahwa abad ke-20 adalah desentralisasi manusia. Subjek manusiawi tidak lagi dianggap sebagai  pusat kenyataan, dan yang menggantikan antroposentrisme dari filsafat antara tahun 1600 dan 1900 itu menurut mereka  yang mengemukakan desentralisasi manusia adalah perhatian khusus pada bahasa sebagai subjek kenyataan kita.Filsafat zaman sekarang disebut logosentrisme.Jika kita kembali pada pembahasan tentang sejarah filsafat Barat, tampak bahwa terdapat sangat banyak ukuran pembagian yang dilakukan oleh berbagai sarana. Salah satu pembagian yang sederhana dalam mempelajari filsafat Barat diberikan oleh Hamersma, yaitu:
(1)   Zaman kuno (600-400 SM)
(2)   Zaman patristik dan skolastik (400 SM- 1500 SM)
(3)   Zaman modern (1500- 1800)
(4)   Zaman sekarang ( setelah tahun 1800 )[1]
Secara lebih lanjut, Filsafat Barat Abad Pertengahan akan di uraikan secara garis besar dibawah ini.
B.       Abad pertengahan
Pada abad V sesudah Masehi  kekaisaran Romawi runtuh, Inilah permulaan suatu zaman baru dalam sejarah, yang kemudian oleh ahli-ahli sejarah diberi nama: Abad Pertengahan, oleh karena abad-abad itu berada di antara zaman antik dan zaman modern. Zaman modern itu dimulai pada abad XV. Maka abad pertengahan berlangsung selama seribu tahun. Dapat dikatakan bahwa kebudayaan Abad Pertengahan adalah penciptaan agama Kristiani dan Islam disatu pihak, dan bangsa-bangsa Eropa dan Arab di lain pihak. Agama-agama dan bangsa-bangsa baru itu membawa ide-ide dan tata cara baru. Akibatnya, suasana selama Abad Pertengahan berlainan dengan suasana pada zaman sebelumnya.
Namun warisan Yunani-Romawi tidak lenyap. Pertama-tama oleh karena agama Kristiani berkembang dalam kebudayaan antik dan mengambil oper sebagian dari padanya. Lagipula oleh karena filsafat Yunani, terutama filsafat Aristoteles, dipelajari terus oleh sarjana-sarjana Islam, dan kemudian (sejak abad XII) di teruskan kepada para pemikir Eropa.
Khususnya tentang ilmu hukum Romawi perlu dicatat, bahwa hukum itu mengalami suatu perkembangan baru dalam abad VI. Itu terjadi dibagian timur kekaisaran Byzantium. Pada tahun 528-534 sarjana-sarjana hukum Byzantium telah menyusun Codex luris Romani, atas perintah kaisar Iustinianus. Kodeks itu disebut juga: Codex Iustinianusatau Corpus Iuris Civilis (C.I.C). kekaisaran Byzantium itu bertahan selama Abad Pertengahan sampai abad XV, yakni ampai kota Byzantium (Istanbul) direbut oleh Sultan Osman pada tahun 1453.Agama yang pertama muncul adalah Kristiani. Agama ini timbul di Timur Tengah. Lalu menyebar ke seluruh kekaisaran Romawi. Pengaruhnya bertambah lagi, ketika agama Kristiani resmi diakui dengan dekrit Milan oleh Kaisar Konstantin. Ide-ide baru yang disebar oleh agama baru itu antara lain :
1.    Seluruh dunia, yakni semesta alam seluruhnya, termasuk materi, diciptakan oleh Allah. Dengan ini dilepaskan pandangan kuno, bahwa sudah terdapat materi sebelumnya, yang kemudian diberi bentuk oleh seorang dewa (demiourgos).
2.    Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai kesatuan. Dengan ini di tinggalkan pandangan dualistis terhadap manusia, yang hidup terus dalam Neoplatonisme dari abad-abad yang pertama. Tetapi pengaruh dualisme masih besar juga dalam abad pertengahan.
3.    Manusia diciptakan sebagai manusia bebas, tetapi ia menyalahgunakan kebebasannya dan karenanya ia menjadi manusia yang berdosa. Bagi manusia yang berdosa mustahil mencapai penyempurnaan hidup dengan kekuatan sendiri. Untuk dapat mencapai tujuannya perlu manusia ditebus dari dosanya oleh Yesus Kritus. Dengan ini dilepaskan pandangan filsafat klasik, bahwa manusia dapat meraih tujuan hidupnya melalui theoria, lagipula bahwa hidup manusia tetap dikuasai nasib: kemungkinan untuk mencapai tujuanny ada, tetapi hanya berkat rahmat Allah.
        Akibat ide-ide baru itu terdapat bentrokan antara kebudayaan antik dan alam pikiran Kristiani. Dapat dikatakan, bahwa pada umumnya sarjana-sarjana yang sudah menerima agama Kristiani, mengambil oper sebagian dari kebudayaan antik itu, sebagian tidak. Mereka berusaha untuk menyesuaikan warisan kebudayaan Yunani-Romawi dengan kebenaran agama. Ternyata kebenaran itu lebih dihargai daripada pikiran-pikiran para filsuf zaman klasik itu. Hal ini nampak pada seorang agamawan yang besar pada akhir kekaisaran Romawi, yakni Augustinus.
       Sejak abad V di Eropa Barat timbullah kerajaan-kerajaan baru, Perancis, spanyol, Jerman, Inggris. Bangsa-bangsa yang membentuk kerajaan-kerajaan itu untuk sebagian sudah menerima agama kristiani, bangsa-bangsa lain menerimanya selama Abad Pertengahan.[2]
C.  Ciri Khas filsafat Abad Pertengahan
            Ciri khas abad ini terletak pada rumusan terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu credo ut intelligam yang artinya kira-kira iman lebih dulu. Setelah itu mengerti. Imanilah lebih dahulu misalnya bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen untuk memahaminya, mungkin juga untuk meneguhkan keimanan itu. Di dalam ungkapan itu tersimpan pula pengertian bahwa seseorang tidak boleh mengerti atau paham lebih dulu,  dan karena memahaminya lantas ia pantas mengimaninya. Ini iman secara rasional. Dalam ungkapan ini yang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu harus diimani, melainkan orang mengerti karena ia mengimaninya.
            Sifat ini berlawanan dengan sifat filsafat rasional. Dalam filsafat rasional, pengertian itulah yang didahulukan, setelah dimengerti barulah mungkin diterima dan kalau mau di imani. Mengikuti jalan pikiran itulah maka jantung filsafat Abad pertengahan Kristen terletak pada ungkapan itu.  Berdasarkan penalaran itu, maka tokoh peletak kekuatan filsafat Abad Pertengahan adalah St. Anselmus.
             Kelihatannya filsafat credo ut intelligamitu tidak akan merugikan perkembangan filsafat dan sains seandainya wahyu yang di jadikan andalan adalah wahyu yang tidakberlawanan dengan akal logis. Hal ini  kita temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam berkembang amat pesat karena keyakinan (iman) Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis. Yang ada ialah bagian-bagian yang berada di daerah supralogis atau suprarasional. Agaknya teori inilah yang dapat menjelaskan mengapa filsafat tidak berkembang secara wajar selama lima belas abad pada periode Abad Pertengahan yang dikuasai oleh semangat Kristen itu. Jadi, dominasi agama pada filsafat sebenarnya tidak harus mengakibatkan filsafat tidak berkembang.
            Kelemahan lain dalam filsafat Kristen Abad Pertengahan ialah sifatnya yang selalu yakin pada penafsiran teks Kitab Suci. Penafsiran sebenarnya tidak lebih berarti dari pada sekadar filsafat juga. Jadi, penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya. Tidak absolut.
            Uraian tadi menunjukkan bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman (hati) benar-benar telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan hidup Abad Pertengahan
(di Barat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami: filsafat sains berhenti, jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan Yunani saja zaman ini tidak mampu.[3]
Selain ciri khas tersebut, terdapat pula ciri-ciri pemikiran filsafat barat abad pertengahan:
a)      cara filsafatnya dipimpin oleh gereja.
b)      berfilsafat  di dalam lingkungan ajaran Aristoteles
c)      berfilsafat dengan pertolongan Augustinus dan lain-lain.
Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/ sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membati buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat kearah hidup yang saleh. Namun, disisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. Masa Abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa Skolastik.
(1)   Masa Patristik
Patristik berasal dari kata latin pater atau bapak yang artinya para pemimpin gereja yang dipilih dari golongan ahli pikir. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dengan alasan bahwa sudah mempunyai sumber kebenaran lain seperti dari filsafat Yunani. Selain itu, bagi mereka yang menerima filsafat Yunani beralasan bahwa walaupun telah ada sumber kebenaran yaitu firman Tuhan, tapi ada jeleknya menggunakannya hanya diambil tata cara berpikirnya saja, dan diperbolehkan selama dalam hal-hal tertentu tidak bertentangan dengan agama.[4]
 Masa inimengalami dua tahap yaitu:
1.     Permulaan agama kristiani
2.     Filsafat Augustinus yang terkenal pada masa Patristik.
Zaman Patristik ini juga dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1.    Patristik Yunani, berpusat di Athena.
2.    Patrisik Latin, berpuat di Roma Italia.[5]
(2)   Masa Skolastik
Skolastik berasal dari kata school yang artinya sekolah. Menurut istilah berarti aliran yang berkaitan tentang sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan.
Masa ini terbagi tiga tahap, yaitu :
1.       Periode awal, ditandai dengan pembentukan metode yang lahir karena hubungan  yang  rapat antara agama dan filsafat.
2.        Periode puncak, ditandai oleh keadaan yang dipengaruhi pemikiran Aristoteles dan   kedatangan ahli filsafat Arab dan yahudi.
3.      Periode akhir, ditandai pemikiran kefilsafatan yang berkembang kearah nominalisme.[6]
(3)   Masa Peralihan
Sejak abad pertengahan berakhir, sampailah pada masa peralihan yang diisi dengan gerakan kerohanian yang bersifat pembaharuan. Zaman peralihan ini merupakan embrio masa modern . Masa peralihan ini ditangdai dengan munculnya renaissance, humanisme, reformasi yang berlangsung antara abad ke-14 hingga ke-16.
Renaissanceatau kelahiran kembali di eropa merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang di mulai di Italia, kemudian di Prancis, spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa. Tokoh-tokohnya adalah: Leonardo da vinci, Machiavelli, dan Giordano Brumo.
Humanisme pada mulanya dipakai sebagai suatu pendirian dikalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusasteraan Yunani dan Romawi, serta peri kemanusiaan. Kemudian Humanisme berubah menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan gereja dan berusaha menenemukan kembali serta Yunani atau Romawi. Tokoh-tokohnya :Boccanio, Lorenzo Vallia, Erasmus, dan Thomas Morre.
Reformasi merupakan revolusi keagamaan di Eropa barat pada abad ke-16. Revolusi tersebut dimulai gerakan terhadap perbaiakan gereja.Khatolik. kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestantisme. Para tokohnya antara lain Jean dengan Renaissance. Pemikiran yang ingin menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan.[7]
D.      Ilmu di Abad pertengahan
Di awal abad ke-11, sebagian besar orang terpelajar mengenal dan memahami ilmu kuno dalam cuplikan-cuplikan yang segelintir dan tercabik-cabik namun setelah itu terjadi kemajuan pesat pada abad ke-12 dialami suatu renaissance yang disebabkan oleh pergaulan dengan peradaban islam yang lebih tinggi yang terdapat di Spanyol dan Palestina dan sebagian besar lagi disebabkan perkembangan berbagai kota dengan kelas atasnya yang melek huruf. Dari periode ini muncullah karangan-karangan spekulatif perdana tentang filsafat alamiah. Abad ke-13 menyaksikan berdirinya universitas-universitas dan zaman kebesaran pengetahuan skolastik. Thomas Aquinas, seorang teolog terkemuka dan Roger Bacon, penganjur metode eksperimental termasuk dalam zaman ini. Akan tetapi dalam bentuk keruntuhan finansial dan maut hitam (penyakit pes). Meskipun perdebatan filosofis termasuk minat terhadap spekulasi matematis, masih terjadi namun secara ilmiah pada periode belakangan telah steril.
Pendapat-pendapat mengenai ilmu diabad pertengahan masih saja simpang siur. Para sejarawan terdahulu memandang ilmu di zaman itu, belum terbebaskan dari beban dogmatisme dan takhayul, sementara sejarawan lainnya mencoba menunjukkan bahwa banyak fakta dan prinsip pokok ilmu modern ditemukan pada waktu itu. Persoalannya menjadi jelas ketika disadari bahwa orang terpelajar pada zaman itu tidak semuanya mencoba melaksanakan penelitian ilmiah seperti yang  dipahami sekarang ini. Filsafat alamiah dan fakta khusus dipelajari terutama dalam hubungannya gengan agama, juga untuk menjelaskan teks-teks alkitabah (secara harafiah/kiasan) atau dalam rangka perdebatan para pengikut filsuf Muslim Averroes atau dalam pengembangan kosmologi Neoplatonis yang mistis yang di dalamnya cahaya dipelajari sebagai bukti bagi realitas yang dapat ditangkap melalui indera dan dilukiskan secara geometris. Pembedaan antara teknik, magis teoritis dan magis rakyat sama sekali tidak jelas bagi siapapun. Oleh karena itu dalam istilah-istilah modern, Roger Baconpun adalah korban takhayul yang mudah tertipu. Demikianlah di Eropa dalam periode pertumbuhan yang melahirkan peradaban sekarang ini, ada sesuatu yang dapat disebut ilmu membutuhkan imajinasi antropologis untuk memahaminya.[8]


E.   Warisan Abad Pertengahan : Dari Stoics sampai Aquinas.
Stoics, aliran filsafat Yunani sekitar 400 SM yang dipelopori oleh Zeno. Ia sependapat dengan teori Aristoteles. Zeno mengajarkan bahwa semesta ini terbentuk atas dua asas dalam satu integritas yaitu: form atau “force” dan materia.Hakekat kebaikan, good-life, etika diterangkan dalam hubungan komposisi antara bentuk dan materia. Yang banyak bentuk atau “force” dan sedikit materia, menduduki derajad lebih baik, dan sebaliknya,
Stoics dengan demikian merumuskan makna kebaikan dan etika dalam perbandingan antara bentuk dan materia setiap perwujudan. Sejak masa Yunani klasik hingga peradaban modern ini, fungsi filsafat pada pokoknya ialah menguji secara kritis dan merumuskan kembali kepercayaan asasi yang di bayangi oleh suatu asas kepercayaan, iman. Filsafat tak pernah tenggelam dalam sejarah. Filsafat tak pernah turut hanyut dalam alam pikiran taat tanpa kritis, menerima dogma dan kekuatan mutlak sebagai kepercayaan. Sejak zaman Socrates, Epistetus dan Marcus Aurelius, bahkan sampai zaman modern ini filsafat selalu menyumbangkan prinsip-prinsip hidup yang bersumber pada potensi-potensi rasional dan kepercayaan
.Warisan Plato yang di revisi Plotinus kemudian menampakkan watak yang religious. Dengan pengertian-pengertian Tuhan dan jiwa, pandangan ini mempengaruhi ajaran Augustinus tentang realita semesta yang dualistis antara jiwa dan raga, spirit dan materi, kebaikan dan kejahatan, surga dan bumi kita sekarang, keselamatan dan hukuman. Asas-asas dan ide-ide itulah sesungguhnya yang diwarisi oleh peradaban dunia Barat hingga sekarang setelah dibina kembali dengan intensif oleh abad pertengahan yang religious itu.
Alam pikiran abad pertengahan kemudian makin mencapai kristalisasi pada abad 9-14 dengan adanya gerakan intelektual yang disebut scolasticism. Pada abad ke-11, tokoh utama scholastik ini memberi argumentasi rasional tentang eksistensi Tuhan. Beliau menyatakan bahwa kita secara kritis mengerti realita semesta ini. Tak ada sesuatu dalam semesta ini diluar kekuasaan dan ciptaan-Nya, sebab semua realita itu adalah perwujudan kemaha sempurnaan Tuhan.
Terlebih lagi pada abad ke-13, faham filosofis dan kristen mendapat pembinaan yang kuat dengan tokoh Thomas Aquinas. Meskipun Thomas menerima prinsip substansia-rokhani-jasmani, hylomorphisme, namun beliau menyatakan bahwa realita demikian pastilah berdasarkan asas iman, kepercayaaan, sebab, pertimbangan-pertimbangan rasionaltidak mampu menjawab argumentasi tersebut tanpa disertai iman. Dengan demikian, alam “rasional” dan alam “wahyu” adalah dunia martabat kepribadian manusia dalam segala zaman dan kebudayaan.
Asas rasional dan iman pada akhirnya memberi kepercayaan pada manusia bahwa nilai-nilai, norma etika, bersifat super natural . kepercayaan demikian memberikan harapan, kepercayaan, kesholehan, kebajikan dalam kehidupan manusia. Asas demikian memberikan dasar yang kuat bagi iman kepada Tuhan dan dalam formulasi filosofis ialah kemampuan rasio untuk menerima realita First-Principle (Hukum-Pertama) dalam kausalita. First-Principle itulah Tuhan, causa-prima semesta-raya. Ia adalah sumber realita, tetapi ia juga sumber kebenaran pengetahuan. Bahkan ia pula sumber norma, ukuran kebaikan, ia adalah nilai asasi yang mutlak . pikiran manusia mampu mengerti kebenaran itu melalui wahyu, melalui asas kepercayaan.
Thomas Aquinas memberi interpretasi khusus pada human life and destiny (hidup manusia dan nasibnya), melaui pemiran filosofis sebagai tingkat pikir kritis ia mengemukakan thesis tentang bentuk murni (pure-morphism), intelek dan spirit, sebagai potensi teologis menuju tujuan akhir yang transedental. Ia juga mnafsirkan bahwa manusia di dunia terutama sebagai persiapan manusia akhirat.Aquinas juga mengakui potensi martabat manusia sebagai makhluk intelek sekaligus sebagai makhluk susila. Manusia dapat melakukan reflactive thinking tetapi masih tak mungkin menolak dogma sebagai devine truth yang tidak rasional, melainkan Superrasional.[9]

F.   Tokoh/filosof yang hidup pada Abad Pertengahan
1.      Plotinus
2.      Augustinus
3.      Boethius
4.      Anselmus
5.      Thomas  Aquinas




G.      Tanggapan tentang hukum selama Abad Pertengahan terdiri dalam tiga fasal, yakni:
1.      Augustinus
2.      Thomas aquinas
3.      Hukum Islam
1)      Augustinus
(354-430)
Augustinus berkata, bahwa jalan yang tepat untuk mengenal Allah adalah melalui Kitab Suci. Inilah jalan yang dipilih oleh Allah sendiri. Orang yang tidak menerima ajaran ini, katanya mudah tersesat dari jalan yang benar. Namun filsafat dapat digunakan untuk menerangkan dan meneguhkan kebenaran yang terdapat dalam iman. Dengan ini, filsafat dijadikan hamba teologi.
Menurutnya, Allah adalah bukan hanya Budi Illahi, melainkan pertama-tama kehendak Illahi atau cinta Illahi. Melalui Budi-Nya Allah menciptakan segala-galanya, lalu Ia menjaganya dalam cinta kasih  Nya.Menjaga atau memelihara itu dimungkinkan, oleh sebab dalam Allah terletak suatu rencana tentang berjalannya semesta alam. Rencana tentang alam ini olehnya disebut hukum abadi (lex aeterna).
Dengan teori ini ia menerima pandangan Stoa tentang suatu rencana alam. Tetapi menurut Stoa rencana ini adalah imanen dalam dunia, sedangkan menurutnya rencana ini merupakan lebih-lebih sesuatu yang trasenden terhadap dunia, yaitu terletak dalam Budi Allah sendiri. Lagipula dengan teori ini, ia mengikuti jejak Plato yang menerima adanya ide-ide abadi yang menjadi contoh bagi hal-hal real didunia ini.
Hukum abadi yang terletak di dalam Budi Tuhan ditemukan juga dalam jiwa manusia. Sebagai demikian, hukum itu disebut hukum alam (lex naturalis). Partisipasi hukum abadi itu tampak dalam rasa keadilan, yakni suatu sikap jiwa untuk memberikan kepada setiap manusia apa yang patut baginya, dengan mengindahkan juga tuntutan kepentingan umum. Prinsip tertinggi dari hukum alam ini iala:” Jangan berbuat kepada orang lain, apa yang engkau tidak ingin orang berbuat kepadamu”.
Pandangan Augustinus atas hukum positif kurang jelas. Kadang-kadang dikatakannya bahwa hukum itu harus berdasrkan pada hukum alam supaya mempunyai kekuatan hukum. Terkadang dikatakannya juga bahwa berlakunya hukum tergantung dari pengesahan oleh negara. Disini ia mengalami dilema yang akan timbul kembali dalam seluruh sejarah filsafat hukum. Ia juga memiliki kewibawaan yang luar biasa dalam bidang filsafat dan Teologi selama Abad Pertengahan. Baru pada abad XVIII muncullah seorang pemikir yang mungkin lebih berpengaruh lagi yakni Thomas Aquinas.
2)      Thomas Aquinas
 (1225- 1274)
Nama sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir, ia juga sebagai dokter gereja bangsa Italia. Ia lahir di Rocca Secca, Napoli Italia. Ia merupakan tokoh besar  Skolastisisme, slah seorang suci dari gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi  filsafat resmi gereja Katolik. Tahun 1245cbelajar pada Albertus Magnus. Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di Perancis dan tahun 1259 menjadi guru besar dan penasehat istana Paus.
Dalam membahas arti hukum, Thomas mulai membedakan antara hukum-hukum yang berasal dari wahyu dan hukum-hukum yang dijangkau oleh akal budi manusia itu sendiri. Hukum yang didapati dari wahyu sisebut ‘hukum illahi positif’. Hukum yang diketahui berdasarkan kegiatan akal budi ada beberapa macam, yaitu hukum alam, hukum bangsa-bangsa dan hukum positif manusiawi.
Tentang hukum yang berasak dari wahyu dapat dikatakan bahwa hukuk itu mendapat bentuknya dalam norma-norma itu sama isinya dengan yang umunnya berlaku dalam hidup manusia. Hal itu dimungkinkan karena apa yang dapat diketahui dari wahyu, dapat kita ketahui melalui akal budi yang berpikir sehat dan tertib. Tentang hukum dari wahyu itu tidak perlu dibicarakan disini. Pengertian tentang hukum dalam negara oleh Thomas didasarkan seluruhnya pada kebenran-kebenaran yang di dapati akal budi manusia.
Mengenai hukum alam, Thomas bertolak dari ide-ide dasar filsafat Aristoteles. Seperti Aristoteles, Thomas memandang semesta alam sebagai suatu kesatuan substansi-substansi dengan wujud yang bebeda. Terdapat benda-benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang-binatangm dan manusia-manusia. Itu berlaku juga untuk manusia yang terdiri atas jiwa dan badan.
Semua substansi itu disamping mempunyai tujuannya sendiri juga mempunyai tujuan diluar wujudnya, yakni benda mati berguna untuk tumbuhan dan semua makhluk yang lebih tinggi, tumbuh-tumbuhan untuk binatang dan manusia, binatang untuk manusia.semua mempunyai tujuan yang lebih tinggi, yakni menuju yang sempurna. Budi Illahi. Sesuai dari aturan Kristiani Thomas menambah bahwa baik bentuk maupun materi diciptakan Tuhan, lagipula bahwa seluruh aturan semesta alam ini adalahdemi kemuliaan Tuhan.
Aturan alam yang dilukiskan tadi diteruskan dalam manusia sendiri, yakni dalam kemampuannya untuk mengenal apa yang baik dan apa yang jahat. Semua orang mengetahui tentang dasar hidup moral, yakni yang baik harus dilakukan, yang jahat harus dihindarkan (bonum est faciendum, malum est vitandum). Yang baik adalah apa yang sesuai dengan kecendrungan alam, yang jahat adalah apa yang tidak sesuai dengan kecendrungan alam. Berdasarkan prinsip itu dapat dapat dianggap sebagai aturan alam, bahwa orang mau mempertahankan hidupnya, bahwa laki-laki dan wanita bersatu dalam perkawinan, bahwa orang tua mendidik anak-anaknya, bahwa orang mencari kebenaran tentang Allah, bahwa orang membentuk hidup bersama dalam masyarakat.
Ternyata aturan semesta alam tergantung dari Tuhan yang menciptakannya. Oleh karena itu, aturan alam ini harus berakar dalam suatu aturan abadi (lex aterna), yang terletak dalam hakekat Allah sendiri. Hakekat Allah itu adalah pertama-tama Budi Illahi, yang mempunyai ide-ide mengenai segala ciptaan. Budi Illahi praktis membimbing segalanya kearah tujuannya.
Semesta alam diciptakan dan dibimbing oleh Allah, tetapi lebih-lebih manusia beserta kemampuannya untuk memahami yang baik dan apa yang jahat dan kecendrungannya untuk membangun hidupnya sesuai dengan aturan alam itu. Oleh karena itu dalam pembicaraannya  mengenai hukum lam Thomas pertama-tama memaksudkan aturan hidup manusia, sejauh didiktekan oleh akal budinya. Hukum alam yang terletak dalam akal budi manusia itu (lex naturalis)tidak lain daripada suatu pertisipasi aturan abadi dalam ciptaan rasional (lex naturalis nihil aliud est quam participatio legis aeternae in rationali creatura.
Hukum alam yang oleh akal budi manusia ditimba dari aturan alam, dapat dibagi dalam dua golongan. Terdapat hukum alam primer, dan juga sekunder. Hukum alam primer dapat dirumuskan dalam norma-norma yang karena bersifat umum berlaku bagi semua manusia. Pada hukum alam primer termasuk kedua norma yang telah dipegang oleh aliran Stoa. Hukum alam sekunder dalam arti yang benar dapat dirumuskan dalam norma-norma yang selalu berlaku in abstracto. Oleh karena langsung dapat disimpulkan dari norma-norma hukum alam primer, tetapi dapat terjadi adanya kekecualian berhubung adanya situasi yang tertentu. Demikianlah antara lain norma moral, yang juga sudah diketahui dari wahyu. Dengan kata lain, walaupun terdapat penyimpangan dari norma-norma hukum alam, hakekat manusia dan norma-norma hukum alam tetap sama.

3)      HUKUM ISLAM
Dalam abad-abad yang pertama hijriyyah agama Islam mempengaruhi bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain dikawasan Timur Tengah sedemikian rupa sehingga timbullah suatu aturan hidup baru. Dalam aturan baru itu memang adat-istiadat bangsa ditampung juga, namun hanya sejauh adat itu cocok dengan wahyu Allah dalam Al-Qur’an dan dalam sunna (tradisi jalan hidup nabi Muhammad).Sejajar dengan aturan hidup baru itu timbullah juga suatu ilmu baru, yang oleh orang Islam dinamakan Fiqh, yang mempelajari keseluruhan hak dan kewajiban yang berlaku dalam hidup bersama orang Islam. Hukum yang dikerjakan oleh para ahli Fiqh berdasarkan wahyu Allah itu disebut Hukum Islam.
Para ahli hukum sepakat tentang sumber-sumber hukum yang empat jumlahnya. Sumber yang paling tua dan paling berwibawa adalah perintah-perintah yang terkandung dalam Al-Qur’an. Menyusullah hidup dan ajaran Nabi Muhammad, seperti yang terkandung dalam Trsdisi (Hadith). Selanjutnya diterima sebagai hukum aturan-aturan yang disetujui oleh umat islam secara mufakat (idjma). Akhirnya pada kebanyakan sarjana Fiqh analogi atau persamaan dianggap sumber hukum juga (kijas).Pada permulaan terdapat banyak hukum, masing masing dengan penafsirannya sendiri. Tetapi sejak abad IX serjana-sarjana hukum Islam dapat digolongkan dalam empat aliran, yakni
1.         Madzhab Hanafi, yang tersebar antara lain di Turki, Syiria, India, Pakistan, Irak.
2.         Madzhab Maliki, yang disebarkan dari Madinah ke Mesir, Afrika dll.
3.         Madzhab Syafi’i, yang disebarkan dari Madinah ke Mesir, Indonesia dll..
4.         Madzhab Hambali, yang dianut antara lain di Arabia.
Dalam Madzhab Syafi’i yang diikuti di Indonesia, dititikberatkan tradisi, lagipula pandangan mufakat sebagai sumber hukum. Karena pengaruh madzhab ini idjma tidak tergantung dari kesepakatan sarjana, dituntut suatu kesepakatan umat yang beriman, sekurang-kurangnya diantara wakil-wakilnya yang paling terkemuka.Peraturan-peraturan yang terkandung dalam hukum Islam meliputi segala bidang kehidupan, yakni ibadat, keluarga, warisan, milik, hukum dan lain sebagainya.[10]


III.        KESIMPULAN
Abad Pertengahan merupakan abad yang berada diantara zaman kuno dan modern, yang diawali runtuhnya kekaisaran Romawi pada abad V sesudan Masehi. Kebudayaan Abad Pertengahan adalah penciptaan agama Kristiani dan Islam di satu pihak, dan bangsa Eropa dan Arab dipihak lain. Agama-agama dan bangsa-bangsa baru itu membawa ide-ide dan tata cara baru. Akibatnya suasana selama Abad Pertengahan berlainan dengan dengan suasana abad sebelumnya.
Sejak abad V di Eropa Barat timbullah kerajaan-kerajaan baru, Perancis, spanyol, Jerman, Inggris. Bangsa-bangsa yang membentuk kerajaan-kerajaan itu untuk sebagian sudah menerima agama kristiani, bangsa-bangsa lain menerimanya selama Abad Pertengahan.
 Masa abad pertengahan ini juga dapat dikatakan sebagai suatu masa yang penuh dengan upaya menggiring manusia ke dalam kehidupan/ sistem kepercayaan yang picik dan fanatik, dengan menerima ajaran gereja secara membati buta. Karena itu perkembangan ilmu pengetahuan terhambat.
Masa ini penuh dengan dominasi gereja, yang tujuannya untuk membimbing umat kearah hidup yang saleh. Namun, disisi lain, dominasi gereja ini tanpa memikirkan martabat dan kebebasan manusia yang mempunyai perasaan, pikiran, keinginan, dan cita-cita untuk menentukan masa depannya sendiri. Masa Abad pertengahan ini terbagi menjadi dua masa yaitu: masa Patristik dan masa Skolastik. filsafat tidak berkembang secara wajar selama lima belas abad pada periode Abad Pertengahan yang dikuasai oleh semangat Kristen itu. Jadi, dominasi agama pada filsafat sebenarnya tidak harus mengakibatkan filsafat tidak berkembang.   Kelemahan lain dalam filsafat Kristen Abad Pertengahan ialah sifatnya yang selalu yakin pada penafsiran teks Kitab Suci. Penafsiran sebenarnya tidak lebih berarti dari pada sekadar filsafat juga. Jadi, penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya. Tidak absolut. Selanjutnya, tokoh-tokoh Abad Pertengahan diantaranya adalah Plotinus, Augustinus, Boethius, Anselmus dan Thomas Aquinas.


                                       



DAFTAR PUSTAKA
Raverta, Jerome. 2004. The philosophy of Science. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Asli.
Achmadi, Asmoro. 2013.  Filsafat Umum. Jakarta: Rajawal Pers.
Muhammad Nur syam. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar  Filsafat Kependidikan Pancasila.Surabaya: Usaha Nasional.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Theo, Hujibers. 1982. Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah.Yogyakarta: Kanisius.
Hamdani. 2011.  Filsafat Sains. Bandung:  Pustaka Setia.
Prasetyo, Teguh. 2013. Filsafat Teori dan Ilmu Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.




[1] Prasetyo, Teguh, Filsafat Teori dan Ilmu Hukum, (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada)
 hal. 25-26.
[2]Theo, Hujibers ,Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah,(Yogyakarta: Kanisius,1982),
Hal.35-36
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum(Akal dam hati sejak Thales sampaiCapra),(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,1990), hal 114-115.
[4] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,Cet.ke-14 (Jakarta: Rajawali Pers, 2013) hal. 68
[5] Hamdani, Filsafat sains, (Bandung: Pustaka Setia) hal. 37
[6] Ibid., hal. 72
[7] Asmoro Achmadi, op. Cit. Hal 82-83 .
[8] Jerome R. Raverta, The Philosophy Of Science, (Yogyakarta: Pustaka Belajar Asli, 2004)
[9]Muhammad Nur Syam, Filsafat Pendidikan dan dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,(Surabaya: Usaha Nasional, 1986). Hal  303-305.
[10] Theo, Hujibers, Op. Cit. hal 37-45.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Khalwat Elia

Healthy IF adalah sebuah blog personal yang membahas berbagai macam informasi dari berbagai macam dunia kesehatan dari mulai manfaat hingga bahaya yang ditimbulkan dari berbagai macam tumbuhan dan lain sebagainya.