MAKALAH TENTANG AKTUALISASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MODERN

AKTUALISASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MODERN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: PKN
Dosen Pengampu: Anisa Listiana, M.Ag

logo STAIN bening.jpg
Disusun oleh :
                              Lia Muthoharoh                   ( 1430310004 )
                             Fitriyatul  Muarifah      (1430310020)
                    
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / TASAWUF PSIKOTERAPI
TAHUN 2014


PENDAHULUAN
            Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan norma dasar dan norma tertinggi didalam negara Republik Indonesia. Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-nilainya, baik berupa penambahan, pengurangan atau penyimpangan makna dari yang semestinya.
            Aktualisasi pancasila dalam kehidupan modern lebih mendasarkan diri pada pendekatan empirik daripada menggunakan pendekatan hukum atau formal belaka. Karena politik melihat dan menganalisis sesuatu tidak semata-mata didasarkan atas penglihatan mata telanjang, tetapi mengkajinya dengan bathin.
Makalah ini dimaksudkan untuk mengajak pada khalayak dari berbagai latar belakang untuk merenung dan memikirkan kembali serta berintrospeksi diri akan kenyataan-kenyataan sosial politik nasional yang sekarang berkembang harus diakui bahwa pancasila memang di gali dari bangsa Indonesia sendiri.

I.          RUMUSAN MASALAH
A.       Apakah Aktualisasi Pancasila itu ?
B.        Bagaimana penjabaran nilai-nilai moral yang terkandung dalam setiap sila?
C.       Apa saja ke-khasan dan ke-universalitasan Pancasila dalam konteks ideologi politik internasional ?
D.       Apa saja dasar-dasar Axiologi Pancasila mengenai Aktualisasi pancasila dalam kehidupan modern?







II.                PEMBAHASAN
A.     Pengertian Aktualisasi
Aktualisasi merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi pancasila dibagi dua, yakni:
1.      Aktualisasi Obyektif adalah penjabaran nilai-nilai Pancasila ke bentuk norma aspek penyelenggaraan negara, baik Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif
         maupun semua bidang kenegaraan lainnya.
2.      Aktualisasi Subyektif adalah penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma dalam diri individu dan berkaitan dengan norma-norma moral.

B.  Berikut ini penjabaran nilai-nilai moral (aktualisasi subyektif) yang terkandung pada setiap sila dalam Pancasila:
1)      Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan
a.       Melaksanakan kewajiban pada Tuhan YME, sesuai kepercayaan
    masing-masing.
b.      Membina kerjasama dan tolong menolong dengan pemeluk
     agama lain sesuai sikon dilingkungan masing-masing.
c.       Mengembangkan toleransi antar-umat beragama menuju
     kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang.
d.      Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap
     Tuhan YME kepada orang lain.
2)      Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai kemanusiaan
a.    Memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabat
     sebagai ciptaan Tuhan.
b.   Mengakui persamaan derajat, hak dan kewajiban tanpa
     membedakan suku, keturunan, agama, gender, status sosial dll.
c.    Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia,
     tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain.
d.   Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
3)        Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai Persatuan Indonesia
a.       Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara jika suatu saat diperlukan.
b.      Mencintai tanah air dan bangga terhadap bangsa dan negara Indonesia.
c.       Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal  Ika.
d.      Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4)        Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai permusyawaratan atau perwakilan
a.    Mengutamakan musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan bersama.
b.    Tidak boleh memaksakan kehendak, intimidasi (memaksa pihak lain berbuat sesuatu),berbuat anarkis (merusak) pada orang lain jika kita tidak sependapat.
c.    Mengakui bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
d.   Memberikan kepercayaan kepada wakil rakyat yang terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
5)        Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai Keadilan Sosial
a.    Mengembangkan sikap gotong-royong dan kekeluargaan dengan
       lingkungan masyarakat sekitar.
b.    Tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan oranglain atau umum. Seperti mencoret-coret tembok atau pagar sekolah atau sarana umum lainnya.
c.    Suka  bekerja keras dalam memecahkan atau mencari solusi atas suatu masalah, baik pribadi, masyarakat, bangsa maupun negara.
d.   Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadikan sosial melalui karya nyata, seperti melatih tenaga produktif untuk terampil dalam sablon, perbengkelan, teknologi tepat guna, membuat pupuk kompos dan sebagainya.[1]

 
Memahami latar belakang historis dan konseptual Pancasila dan UUD 1945 merupakan suatu bentuk kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan nilai-nilainya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi formal dan logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara, Karena kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara diharapkan menjadi filter untuk menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini. Keterbukaan ideologi Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual. Ideologi negara merupakan hasil refleksi manusia atas kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak) dengan dunia kehidupannya. Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terdapat hubungan dialektis, sehingga terjadi pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang disatu pihak memacu ideologi agar makin realistis dan dilain pihak mendorong masyarakat agar makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara berpikir masyarakat dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.[2]
Aspek pelaksanaan Pancasila sebagai ideologi internasional adalah sesuai dengan kondisi dan lingkungan negara-negara yang bersangkutan. Artinya adalah bahwa kekhasan nilau-nilai Pancasila yang bersifat universal mampu dilaksanakan dengan baik dengan menyesuaikan kenyataan politik, kondisi politik dan lingkungan politik yang ada pada negara yang bersangkutan. Jadi variasi pelaksanaannya boleh berbeda-beda tetapi aspek muaranya tetap sama yaitu berakar pada Pancasila sebagai landasan utama. Analisis ini bukan tanpa dasar yang kuat.
C.     Berikut ini akan kita kaji ke-khasan dan ke-universalitasan Pancasila dalam konteks ideologi politik internasional.
Kekhasan dan ke-universalitasan yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia membutuhkan berhubungan dengan penciptanya dalam rangka kehidupan yang selanjutnya. Manusia juga membutuhkan hubungan dengan Tuhan sebagai perwujuan ibadah kepada sang Khalik. Hal ini jelas bersifat universal dan tidak terbantahkan.
Kekhasan dan ke-universalitasan yang kedua bahwa aspek kemanusiaan yang adil dan beradab sangat dibutuhkan oleh setiap umat manusia. Manusia membutuhkan keadilan, penghargaa, kesejahteraan, kemanusiaan yang mengandung unsur solidaritas sosial yang tinggi tidak terbantah pula. Tidak ada satu negarapun yang ingin menyia-nyiakan hidup dan menelantarkan warga negaranya.
Kekhasan dan ke-universalitasan yang ketiga adalah aspek persatuan. Aspek persatuan merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan persatuan ini, maka sebuah negara dapat beraktivitas dengan baik untuk mencapai tujuan yang di inginkan. Tidak ada satu negara pun yang menginginkan perpecahan sehingga setiap saat timbul masalah.  Aspek persatuan ini dengan demikian tidak terbantah dibutuhkan oleh setiap manusia manapun didunia ini.
Kekhasan dan ke-universalitasan yang keempat adalah aspek kerakyatan dengan perwakilan dan musyawarah. Aspek ini juga dibutuhkan oleh setiap negara. Aspek perwakilan sebagai wujud demokrasi merupakan suatu hal yang urgen dilaksanakan. Dalam kaitan ini aspek musyawarah lebih ditekankan dengan bijaksana dan tinggalkan sedapat mungkin aspek political enforcement. Disinilah nampak sekali kedewasaan pikir dan kedewasaan politik yang terkandung dalam pancasila. Aspek inilah yang memberiaan tempat yang luas bagi berkembangnya demokrasi dan juga tidak terbantah dibutuhkan oleh setiap warga dan negara.
Kekhasan dan ke-universalitasan yang kelima adalah aspek keadilan. Aspek ini menunjuk pada upaya untuk menentukan segala sesuatu yang memang layak untuk diterima oleh segenap warga negara, disinilah nampak adanya kesamaan dalam berbagai hal seperti : persamaan dan sebagainya. Aspek keadilan merupakan hal yang sangat prinsip dalam kehidupan manusia sebab tanpa aspek ini maka akan terjadi law of the jungle yang nyata-nyata bertentangan dengan nurani ataupun keadilan manusia. [3]
Nilai-nilai dasar di dalam sosio-budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, terutama meliputi:
1.    Kesadaran Ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana dan potensial.
2.    Kesadaran kekeluargaan yang berwujud cinta keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan berkesinambungannya generasi.
3.    Kesadaran musyawarah-mufakat dalam menetapkan kehendak bersama ataupun memecahkan  masalah-masalah bersama di dalam keluarga atau dalam masyarakat sederhana mereka.
4.    Kesadaran gotong-royong, tolong-menolong, semangat bekerja sama sesama tetangga, kampung dan desa konsekuensinya wajar adanya kegotong-royongan.
5.    Kesadaran tenggang-rasa atau tepa-selira, sebagai semangat didalam kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati dan memelihara kesatuan saling pengertian demi keutuhan kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan..
Nilai-nilai dasar ini tumbuh dan berkembang di dalam praktek tata masyarakat sosio-budaya kita dan berkembang bahkan teruji sepanjang sejarah bangsa. Karena itu nilai dasar tersebut teruji dalam kehidupan sehingga meyakinkan bangsa kita bahwa nilai-nilai dasar ini menjamin kekeluargaan, kesatuan, kebersamaan, kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan yang pada gilirannya merupakan kebahagiaan hidup. Karena itulah nilai daar ini dianggap sebagai pandangan hidup.
Nilai-nilai dasar yang potensial ini telah mencapai bentuk, sifat dan kualitasnya yang formal dalam rangka sistem kenegaraan Indonesia, sebagai terjelma didalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 45.
Konsekuensi formal dan imperatif dari kedudukan Pancasila sebagai dasar negara atau sistem kenegaraan ialah bahwa semua sub-sistem dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan wajib mencerminkan identitas Pancasila pula. Sub-sistem atau bidang-bidang kehidupan antara lain:
1.      Bidang ideologi politik
2.      Bidang hukum
3.      Bidang ekonomi
4.      Bidang sosial-budaya
5.      Bidang kehidupan keagamaan/kepercayaan
6.      Bidang Hankamnas[4]

D.    Axiologi pancasila
Axiologi dijelaskan oleh Runes, antara lain: Axiologi ( Gr. Axios, of value, worthy, and logos, accaunt, reason, theory ). Bidang Axiologi ialah bidang yang menyelidiki pengertian, jenis, tingkat, sumber dan hakekat secara kesemestaan.
            Bagi makhluk hidup khususnya manusia maka yang bernilai itu sesungguhnya terutama yang merupakan sarana bagi kehidupan. Alam dan isinya seperi tanah (subur), air (bersih), udara (bersih), bahkan panas matahari merupakan sumber kehidupan, karenanya merupakan nilai. Sesuatu bernilai bukan hanya secara phisik atau jasmaniyah (nilai benda,nilai ekonomi) bahkan lebih-lebih nilai rokhaniyah spiritual juga. Realitas kehidupan manusia adalah perpaduan jasmaniyah rokhaniyah yang seimbang dan serasi. Bahkan dalam kesemastaan ” tersebar” nilai yang tiada terbatas , yang dapat dimanfaatkan dengan sadar ia atas nilai-nilai yang terkandung didalam alam semesta.
Inilah nilai-nilai potensial yang dapat menjadi nilai aktual bila manusia mendayagunakan dengan penuh kesadaran. Berdasarkan analisis yang komprehensif, maka dapat dikemukakan dasar-dasar axiologi bagi pancasila sebagai berikut:
1.    Bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam makna dan wujud:
a.       nilai hukum alam, yang mengikat dan mengatur alam semesta dan isinya secara obyektif dan mutlak, tanpa terikat ruang dan waktu, bersifat obyektif universal.
b.      nilai hukum moral yang mengikat manusia secara psikologis spiritual, obyektif dan mutlak menurut ruang dan waktu , namun tetap universal.
Hukum alam dan hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kehidupan manusia yang menjamin keharmonisan dan kelestarian. Nilai alamiah dan hukum-hukum merupakan sumber bagi nilai dan penyelidikan ilmu pengetahuan alam khususnya. Sedangkan hukum moral dan manusia menjadi sumber bagi nilai dan penyelidikan ilmu pengetahuan sosial, filsafat, agama.
2.    Subyek manusia dapat membedakan secara hakiki maha sumber dari sumber nilai dalam perwujudan :
a.    Tuhan Yang Maha Esa dan agamaNya sebagai maha sumber nilai kesemestaan. Tuhan Maha Pencipta Alam dan hukum alam, makhluk-makhluk dan hukum moral. Tuhan dan agama sebagai sumber kebahagiaan dan sumber kebajikan.
b.    Alam semesta dengan hukum alamnya sebagai sumber nilai dalam makna sumber kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup  termasuk manusia.
c.    Bangsa dan sosio-budaya , dengan potensi sumber daya manusia dan budayanya adalah sumber nilai yang unik bagi tiap bangsa.
d.   Negara dan sistem kenegaraan (filsafat atau ideologi, undang-undang dasar, doktrin nasional, dan sebagainya) adalah sumber cita dan cipta bagi masyarakat bangsa itu, warga negara.
e.    Kebudayaan, terutama ilmu pengetahuan dan filsafat sebagai sumber nilai dalam kehidupan intlektual manusia, sekaligus wahana pengabdian melalui cipta dan karya.
3.      Nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta meliputi :
a.       Tuhan Yang Maha Esa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukannya,
b.    Alam semesta dengan perwujudan, hukum alam dan unsur yang menjamin kehidupan makhluk didalam alam seperti: tanah, air, udara, panas, antar hubunagn harmonis yang secara langsung bernilai bagi kehidupan di bumi kita.
c.    Nilai filsafat dan ilmu pengetahuan, yang merupakan sosio-budaya dan kebudayaan untuk manusia secara keseluruhan telah membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat dan zamannya.
4.             Manusia dan potensi martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dan nilai, yakni:
a.       Manusia sebagai subyek nilai, yakni manusia penghayat dan pengamal nilai atau “konsumen”  nilai dalam makna manusia yang mendayagunakan nilai pada dirinya dan kehidupan. Dalam kedudukan ini manusia dikenai tanggung jawab atas pendayagunaan nilai, tanggung jawab bagaimana manusia mengelola dan melaksanakan nilai apakah sesuai dengan norma yang berlaku.
b.    Manusia sebagai pencipta nilai atau”produsen” nilai dengan karya dan prestasi manusia baik individual maupun kelompok dan nasional, Manusia secara keseluruhan adalah subyek budaya, yang mencipta dan memelihara budaya. Melalui potensi dan karya manusia secara terbatas “mencipta” unsur budaya.
5.    Martabat kepribadian manusia yang secara potensialitas integritas dari hakekat manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila (moral) adalah subyek nilai. Martabat subyek ini lebih ditentukan oleh pengamalan nilai (aktualitas) daripada potensialitas. Artinya martabat manusia qua potensialitas sama yakni integritas ketiga sifat esensial tersebut. Berdasarkan asas aktualitas ini manusia wajib menyadari bahwa nilai hidupnya ialah pengabdiannya kepada sesama makhluk hidup dan kepada Tuhannya yang perwujudannya berupa sikap hikmat kebijaksanaan, ketulusan dan kerendahan hati, cinta keadilan dan kebenaran, karya dan dharma-bakti. Seluruh pengabdian manusia ini adalah nilai pengabdian atau amal kebajikan.
6.        Mengingat maha sumber nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa dan subyek manusia dengan potensi martabatnya yang luhur yakni budi nurani, manusia secara potensial mampu menghayati dalam makna percaya/beriaman kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis  adalah metafisis. Jadi bersifat supernatural dan supra-rasional, potensi martabat luhur manusia demikian bersifat apriori, artinya memang diciptakan Tuhan demikian diciptakan Tuhan demikian sebagai identitas martabatnya yang unik. Keunikan potensi martabat manusia ialah tampak dalam kecenderungannya untuk secara sadar cinta keadilan dan kebenaran, kebaikan dan kebajikan. Dengan perkataan lain hendaknya disadari oleh manusia bahwa keadilan, kebaikan, kebajikan adalah produk manusia, berupa sikap dan karya, tindakan dan perbuatan pribadi. Sumber kebajikan dan sebagainya itu adalah cinta kasih yang merupakan identitas utama budi nurani manusia. Karena itulah cinta kasih menjadi potensi dan enersi kemanusiaan. Cinta kasih inilah yang menjadi sumber motivasi dan enersi semua usaha kebajikan manusia.
7.      Manusia sebagai subyek nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab atas bagaimana mendayagunakan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan kemanusiaan. Manusia mengemban citra kemanusiaan (dengan martabat luhurnya) bahkan berkewajiban menyadari bahwa citra Ketuhanan Yang Maha Esa terutama Maha Pengasih dan Penyayang(= Cinta Kasih) yang wajib dijunjung manusia supaya alam, bumi dan peradaban tetap lestari. Kebencian sebagai nilai antithesa daripada cinta kasih, adalah sumber kerusakan dan kehancuran, sumber atau sebab kemusnahan.
Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan:
a.       bahwa hakekat kebenaran ialah cinta kasih, yang perwujudannya ialah kebenaran, keadilan dan kebajikan.
b.      bahwa hakekat ketidakbenaran ialah kebencian, yang perwujudannya dendam, permusuhan, perang dan sebagainya,
Manusia dalam pribadinya yang mandiri menghayati kepribadiannya dan nilai-nilai dalam suatu proses subyektif yang teologis. Artinya manusia sadar bahwa hidupnya dalam proses berkembang dan meyakini nilai-nilai dan mengamalkannya, mewariskan dan melestarikan nilai-nilai. Bahkan manusia menyadari sepenuhnya bahwa kualitas dan martabat kepribadiannya ialah dalam kesungguhan meyakini dan mengamalkan nilai-nilai itu. Subyek manusia menikmati hubungan fungsional pribadinya dengan nilai-nilai terutama dengan hakekat nilai yakni cinta kasih, memberikan cinta kasih, akan menikmati pula cinta kasih itu.[5]
           





III.             KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan norma dasar dan norma tertinggi didalam negara Republik Indonesia. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam bentuk peraturan perundang-undangan bersifat imperatif  (mengikat). Aktualisasi Pancasila berarti penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi pancasila dibagi dua, yaitu aktualisasi Obyektif dan aktualisasi Subyektif. Aktualisasi Obyektif merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila ke bentuk norma aspek penyelenggaraan negara. Sedangkan Aktualisasi Subyektif merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma moral pada setiap diri individu. Penjabaran nilai-nilai moral tersebut telah dijelaskan pada makna setiap sila dalam Pancasila.


















                                         DAFTAR PUSTAKA             

Badjuri, Abdulkahar. 1997. Dinamika Politik Nasional. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Budiyanto. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muhammad Nur syam. 1986. Filsafat Kependidikan dan Dasar  Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.





[1] Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007,
  hal.43-45
[2] Ibid hal.2
[3]Badjuri, Abdulkahar, Dinamika Politik Nasional, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang, 1997,
Hal 97-98
[4] Muhammad Nur Syam,  Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya, 1986. Hal. 346-348.
[5]  Ibid. hal 367-373.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Khalwat Elia

Healthy IF adalah sebuah blog personal yang membahas berbagai macam informasi dari berbagai macam dunia kesehatan dari mulai manfaat hingga bahaya yang ditimbulkan dari berbagai macam tumbuhan dan lain sebagainya.