AKTUALISASI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN MODERN
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: PKN
Dosen Pengampu: Anisa Listiana, M.Ag
Disusun oleh :
Lia Muthoharoh ( 1430310004 )
Fitriyatul Muarifah
(1430310020)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / TASAWUF PSIKOTERAPI
TAHUN 2014
PENDAHULUAN
Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara merupakan norma dasar dan norma tertinggi didalam negara Republik
Indonesia. Pancasila sering mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi
nilai-nilainya, baik berupa penambahan, pengurangan atau penyimpangan makna
dari yang semestinya.
Aktualisasi pancasila dalam
kehidupan modern lebih mendasarkan diri pada pendekatan empirik daripada
menggunakan pendekatan hukum atau formal belaka. Karena politik melihat dan
menganalisis sesuatu tidak semata-mata didasarkan atas penglihatan mata
telanjang, tetapi mengkajinya dengan bathin.
Makalah ini
dimaksudkan untuk mengajak pada khalayak dari berbagai latar belakang untuk
merenung dan memikirkan kembali serta berintrospeksi diri akan
kenyataan-kenyataan sosial politik nasional yang sekarang berkembang harus
diakui bahwa pancasila memang di gali dari bangsa Indonesia sendiri.
I.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apakah Aktualisasi
Pancasila itu ?
B.
Bagaimana penjabaran nilai-nilai moral yang
terkandung dalam setiap sila?
C.
Apa saja ke-khasan dan
ke-universalitasan Pancasila dalam konteks ideologi politik internasional ?
D.
Apa saja dasar-dasar
Axiologi Pancasila mengenai Aktualisasi pancasila dalam kehidupan modern?
II.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aktualisasi
Aktualisasi
merupakan suatu bentuk kegiatan melakukan
realisasi antara pemahaman akan nilai dan norma dengan tindakan dan perbuatan
yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aktualisasi pancasila, berarti
penjabaran nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi
Pancasila ini, penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma,
dijumpai dalam bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan
realisasinya dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi pancasila dibagi dua,
yakni:
1. Aktualisasi Obyektif adalah
penjabaran nilai-nilai Pancasila ke bentuk norma aspek penyelenggaraan negara,
baik Lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif
maupun
semua bidang kenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Subyektif adalah penjabaran
nilai-nilai pancasila dalam bentuk norma dalam diri individu dan
berkaitan dengan norma-norma moral.
B. Berikut ini
penjabaran nilai-nilai moral (aktualisasi subyektif) yang terkandung pada setiap
sila dalam Pancasila:
1) Sikap dan perilaku menjunjung tinggi
nilai-nilai Ketuhanan
a. Melaksanakan kewajiban pada Tuhan
YME, sesuai kepercayaan
masing-masing.
b. Membina kerjasama dan tolong
menolong dengan pemeluk
agama lain sesuai sikon dilingkungan masing-masing.
c. Mengembangkan toleransi antar-umat
beragama menuju
kehidupan yang serasi, selaras,
dan seimbang.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap
Tuhan YME kepada orang lain.
2) Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai
kemanusiaan
a. Memperlakukan manusia sesuai dengan
harkat dan martabat
sebagai ciptaan Tuhan.
b. Mengakui persamaan derajat, hak dan
kewajiban tanpa
membedakan suku, keturunan,
agama, gender, status sosial dll.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai
sesama manusia,
tenggang rasa dan tidak
semena-mena terhadap orang lain.
d. Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
3)
Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai
Persatuan Indonesia
a. Sanggup dan rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara jika suatu saat diperlukan.
b. Mencintai tanah air dan bangga
terhadap bangsa dan negara Indonesia.
c. Mengembangkan persatuan Indonesia
atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
d. Memajukan pergaulan demi persatuan
dan kesatuan bangsa.
4)
Sikap dan perilaku menjunjung tinggi nilai-nilai
permusyawaratan atau perwakilan
a. Mengutamakan musyawarah mufakat
dalam pengambilan keputusan bersama.
b. Tidak boleh memaksakan kehendak,
intimidasi (memaksa pihak lain berbuat sesuatu),berbuat anarkis (merusak) pada
orang lain jika kita tidak sependapat.
c. Mengakui bahwa setiap warga negara
Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
d. Memberikan kepercayaan kepada wakil
rakyat yang terpilih untuk melaksanakan musyawarah dan melaksanakan tugasnya
dengan sebaik-baiknya.
5)
Sikap Menjunjung Tinggi nilai-nilai Keadilan Sosial
a. Mengembangkan sikap gotong-royong
dan kekeluargaan dengan
lingkungan masyarakat sekitar.
b. Tidak melakukan perbuatan yang dapat
merugikan kepentingan oranglain atau umum. Seperti mencoret-coret tembok atau
pagar sekolah atau sarana umum lainnya.
c. Suka
bekerja keras dalam memecahkan atau mencari solusi atas suatu masalah,
baik pribadi, masyarakat, bangsa maupun negara.
d. Suka melakukan kegiatan dalam rangka
mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadikan sosial melalui karya nyata,
seperti melatih tenaga produktif untuk terampil dalam sablon, perbengkelan,
teknologi tepat guna, membuat pupuk kompos dan sebagainya.[1]
Memahami latar
belakang historis dan konseptual Pancasila dan UUD 1945 merupakan suatu bentuk
kewajiban bagi setiap warga negara sebelum melaksanakan nilai-nilainya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, Kewajiban tersebut merupakan
konsekuensi formal dan logis dalam kedudukan kita sebagai warga negara, Karena
kedudukan Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila
dalam kedudukannya sebagai ideologi negara diharapkan menjadi filter untuk
menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi ini. Keterbukaan ideologi
Pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang berbentuk pola pikir yang
dinamis dan konseptual. Ideologi negara merupakan hasil refleksi manusia atas
kemampuannya mengadakan distansi (menjaga jarak) dengan dunia kehidupannya.
Antara ideologi dan kenyataan hidup masyarakat terdapat hubungan dialektis,
sehingga terjadi pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang
disatu pihak memacu ideologi agar makin realistis dan dilain pihak mendorong
masyarakat agar makin mendekati bentuk yang ideal. Ideologi mencerminkan cara
berpikir masyarakat dan juga membentuk masyarakat menuju cita-cita.[2]
Aspek pelaksanaan
Pancasila sebagai ideologi internasional adalah sesuai dengan kondisi dan
lingkungan negara-negara yang bersangkutan. Artinya adalah bahwa kekhasan
nilau-nilai Pancasila yang bersifat universal mampu dilaksanakan dengan baik
dengan menyesuaikan kenyataan politik, kondisi politik dan lingkungan politik
yang ada pada negara yang bersangkutan. Jadi variasi pelaksanaannya boleh
berbeda-beda tetapi aspek muaranya tetap sama yaitu berakar pada Pancasila
sebagai landasan utama. Analisis ini bukan tanpa dasar yang kuat.
C. Berikut ini akan kita
kaji ke-khasan dan ke-universalitasan Pancasila dalam konteks ideologi politik
internasional.
Kekhasan dan
ke-universalitasan yang pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Manusia
membutuhkan berhubungan dengan penciptanya dalam rangka kehidupan yang
selanjutnya. Manusia juga membutuhkan hubungan dengan Tuhan sebagai perwujuan
ibadah kepada sang Khalik. Hal ini jelas bersifat universal dan tidak
terbantahkan.
Kekhasan dan
ke-universalitasan yang kedua bahwa aspek kemanusiaan yang adil dan
beradab sangat dibutuhkan oleh setiap umat manusia. Manusia membutuhkan keadilan,
penghargaa, kesejahteraan, kemanusiaan yang mengandung unsur solidaritas sosial
yang tinggi tidak terbantah pula. Tidak ada satu negarapun yang ingin
menyia-nyiakan hidup dan menelantarkan warga negaranya.
Kekhasan dan
ke-universalitasan yang ketiga adalah aspek persatuan. Aspek persatuan
merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan persatuan ini,
maka sebuah negara dapat beraktivitas dengan baik untuk mencapai tujuan yang di
inginkan. Tidak ada satu negara pun yang menginginkan perpecahan sehingga setiap
saat timbul masalah. Aspek persatuan ini
dengan demikian tidak terbantah dibutuhkan oleh setiap manusia manapun didunia
ini.
Kekhasan dan
ke-universalitasan yang keempat adalah aspek kerakyatan dengan perwakilan
dan musyawarah. Aspek ini juga dibutuhkan oleh setiap negara. Aspek
perwakilan sebagai wujud demokrasi merupakan suatu hal yang urgen dilaksanakan.
Dalam kaitan ini aspek musyawarah lebih ditekankan dengan bijaksana dan
tinggalkan sedapat mungkin aspek political enforcement. Disinilah nampak
sekali kedewasaan pikir dan kedewasaan politik yang terkandung dalam pancasila.
Aspek inilah yang memberiaan tempat yang luas bagi berkembangnya demokrasi dan
juga tidak terbantah dibutuhkan oleh setiap warga dan negara.
Kekhasan dan
ke-universalitasan yang kelima adalah aspek keadilan. Aspek ini menunjuk
pada upaya untuk menentukan segala sesuatu yang memang layak untuk diterima
oleh segenap warga negara, disinilah nampak adanya kesamaan dalam berbagai hal
seperti : persamaan dan sebagainya. Aspek keadilan merupakan hal yang sangat
prinsip dalam kehidupan manusia sebab tanpa aspek ini maka akan terjadi law
of the jungle yang nyata-nyata bertentangan dengan nurani ataupun keadilan
manusia. [3]
Nilai-nilai dasar di dalam sosio-budaya
Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, terutama meliputi:
1.
Kesadaran Ketuhanan dan
kesadaran keagamaan secara sederhana dan potensial.
2.
Kesadaran kekeluargaan yang
berwujud cinta keluarga sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat dan
berkesinambungannya generasi.
3.
Kesadaran
musyawarah-mufakat dalam menetapkan kehendak bersama ataupun memecahkan masalah-masalah bersama di dalam keluarga
atau dalam masyarakat sederhana mereka.
4.
Kesadaran gotong-royong,
tolong-menolong, semangat bekerja sama sesama tetangga, kampung dan desa
konsekuensinya wajar adanya kegotong-royongan.
5.
Kesadaran tenggang-rasa
atau tepa-selira, sebagai semangat didalam kekeluargaan dan kebersamaan, hormat
menghormati dan memelihara kesatuan saling pengertian demi keutuhan kerukunan
dan kekeluargaan dalam kebersamaan..
Nilai-nilai dasar ini
tumbuh dan berkembang di dalam praktek tata masyarakat sosio-budaya kita dan
berkembang bahkan teruji sepanjang sejarah bangsa. Karena itu nilai dasar tersebut
teruji dalam kehidupan sehingga meyakinkan bangsa kita bahwa nilai-nilai dasar
ini menjamin kekeluargaan, kesatuan, kebersamaan, kerukunan, kedamaian, dan
kesejahteraan yang pada gilirannya merupakan kebahagiaan hidup. Karena itulah
nilai daar ini dianggap sebagai pandangan hidup.
Nilai-nilai dasar yang
potensial ini telah mencapai bentuk, sifat dan kualitasnya yang formal dalam
rangka sistem kenegaraan Indonesia, sebagai terjelma didalam Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 45.
Konsekuensi formal dan
imperatif dari kedudukan Pancasila sebagai dasar negara atau sistem kenegaraan
ialah bahwa semua sub-sistem dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan
wajib mencerminkan identitas Pancasila pula. Sub-sistem atau bidang-bidang
kehidupan antara lain:
1.
Bidang ideologi politik
2.
Bidang hukum
3.
Bidang ekonomi
4.
Bidang sosial-budaya
5.
Bidang kehidupan
keagamaan/kepercayaan
6.
Bidang Hankamnas[4]
D.
Axiologi
pancasila
Axiologi dijelaskan oleh Runes, antara
lain: Axiologi ( Gr. Axios, of value, worthy, and logos, accaunt, reason,
theory ). Bidang Axiologi ialah bidang yang menyelidiki pengertian, jenis,
tingkat, sumber dan hakekat secara kesemestaan.
Bagi
makhluk hidup khususnya manusia maka yang bernilai itu sesungguhnya terutama
yang merupakan sarana bagi kehidupan. Alam dan isinya seperi tanah (subur), air
(bersih), udara (bersih), bahkan panas matahari merupakan sumber kehidupan,
karenanya merupakan nilai. Sesuatu bernilai bukan hanya secara phisik atau
jasmaniyah (nilai benda,nilai ekonomi) bahkan lebih-lebih nilai rokhaniyah
spiritual juga. Realitas kehidupan manusia adalah perpaduan jasmaniyah
rokhaniyah yang seimbang dan serasi. Bahkan dalam kesemastaan ” tersebar” nilai
yang tiada terbatas , yang dapat dimanfaatkan dengan sadar ia atas nilai-nilai
yang terkandung didalam alam semesta.
Inilah nilai-nilai potensial yang dapat
menjadi nilai aktual bila manusia mendayagunakan dengan penuh kesadaran.
Berdasarkan analisis yang komprehensif, maka dapat dikemukakan dasar-dasar
axiologi bagi pancasila sebagai berikut:
1.
Bahwa Tuhan Yang Maha Esa
adalah maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam makna dan wujud:
a.
nilai hukum alam, yang
mengikat dan mengatur alam semesta dan isinya secara obyektif dan mutlak, tanpa
terikat ruang dan waktu, bersifat obyektif universal.
b.
nilai hukum moral yang
mengikat manusia secara psikologis spiritual, obyektif dan mutlak menurut ruang
dan waktu , namun tetap universal.
Hukum alam dan
hukum moral merupakan pengendalian semesta dan kehidupan manusia yang menjamin
keharmonisan dan kelestarian. Nilai alamiah dan hukum-hukum merupakan sumber
bagi nilai dan penyelidikan ilmu pengetahuan alam khususnya. Sedangkan hukum
moral dan manusia menjadi sumber bagi nilai dan penyelidikan ilmu pengetahuan
sosial, filsafat, agama.
2.
Subyek manusia dapat
membedakan secara hakiki maha sumber dari sumber nilai dalam perwujudan :
a.
Tuhan Yang Maha Esa dan
agamaNya sebagai maha sumber nilai kesemestaan. Tuhan Maha Pencipta Alam dan
hukum alam, makhluk-makhluk dan hukum moral. Tuhan dan agama sebagai sumber
kebahagiaan dan sumber kebajikan.
b.
Alam semesta dengan hukum
alamnya sebagai sumber nilai dalam makna sumber kehidupan, sumber keindahan
bagi makhluk-makhluk hidup termasuk
manusia.
c.
Bangsa dan sosio-budaya ,
dengan potensi sumber daya manusia dan budayanya adalah sumber nilai yang unik
bagi tiap bangsa.
d.
Negara dan sistem
kenegaraan (filsafat atau ideologi, undang-undang dasar, doktrin nasional, dan
sebagainya) adalah sumber cita dan cipta bagi masyarakat bangsa itu, warga
negara.
e.
Kebudayaan, terutama ilmu
pengetahuan dan filsafat sebagai sumber nilai dalam kehidupan intlektual
manusia, sekaligus wahana pengabdian melalui cipta dan karya.
3.
Nilai dalam kesadaran
manusia dan dalam realitas alam semesta meliputi :
a.
Tuhan Yang Maha Esa dengan
perwujudan nilai agama yang diwahyukannya,
b.
Alam semesta dengan
perwujudan, hukum alam dan unsur yang menjamin kehidupan makhluk didalam alam
seperti: tanah, air, udara, panas, antar hubunagn harmonis yang secara langsung
bernilai bagi kehidupan di bumi kita.
c.
Nilai filsafat dan ilmu
pengetahuan, yang merupakan sosio-budaya dan kebudayaan untuk manusia secara
keseluruhan telah membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut tempat
dan zamannya.
4.
Manusia dan potensi
martabatnya menduduki fungsi ganda dalam hubungan dan nilai, yakni:
a.
Manusia sebagai subyek
nilai, yakni manusia penghayat dan pengamal nilai atau “konsumen” nilai dalam makna manusia yang mendayagunakan
nilai pada dirinya dan kehidupan. Dalam kedudukan ini manusia dikenai tanggung
jawab atas pendayagunaan nilai, tanggung jawab bagaimana manusia mengelola dan
melaksanakan nilai apakah sesuai dengan norma yang berlaku.
b.
Manusia sebagai pencipta
nilai atau”produsen” nilai dengan karya dan prestasi manusia baik individual
maupun kelompok dan nasional, Manusia secara keseluruhan adalah subyek budaya,
yang mencipta dan memelihara budaya. Melalui potensi dan karya manusia secara
terbatas “mencipta” unsur budaya.
5.
Martabat kepribadian
manusia yang secara potensialitas integritas dari hakekat manusia sebagai
makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk susila (moral) adalah subyek
nilai. Martabat subyek ini lebih ditentukan oleh pengamalan nilai (aktualitas)
daripada potensialitas. Artinya martabat manusia qua potensialitas sama yakni
integritas ketiga sifat esensial tersebut. Berdasarkan asas aktualitas ini
manusia wajib menyadari bahwa nilai hidupnya ialah pengabdiannya kepada sesama
makhluk hidup dan kepada Tuhannya yang perwujudannya berupa sikap hikmat
kebijaksanaan, ketulusan dan kerendahan hati, cinta keadilan dan kebenaran,
karya dan dharma-bakti. Seluruh pengabdian manusia ini adalah nilai pengabdian
atau amal kebajikan.
6.
Mengingat maha sumber
nilai adalah Tuhan Yang Maha Esa dan subyek manusia dengan potensi martabatnya
yang luhur yakni budi nurani, manusia secara potensial mampu menghayati dalam
makna percaya/beriaman kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing. Tuhan dan nilai agama secara filosofis adalah metafisis. Jadi bersifat supernatural
dan supra-rasional, potensi martabat luhur manusia demikian bersifat apriori,
artinya memang diciptakan Tuhan demikian diciptakan Tuhan demikian sebagai
identitas martabatnya yang unik. Keunikan potensi martabat manusia ialah tampak
dalam kecenderungannya untuk secara sadar cinta keadilan dan kebenaran,
kebaikan dan kebajikan. Dengan perkataan lain hendaknya disadari oleh manusia
bahwa keadilan, kebaikan, kebajikan adalah produk manusia, berupa sikap dan
karya, tindakan dan perbuatan pribadi. Sumber kebajikan dan sebagainya itu
adalah cinta kasih yang merupakan identitas utama budi nurani manusia. Karena
itulah cinta kasih menjadi potensi dan enersi kemanusiaan. Cinta kasih inilah
yang menjadi sumber motivasi dan enersi semua usaha kebajikan manusia.
7.
Manusia sebagai subyek
nilai memikul kewajiban dan tanggung jawab atas bagaimana mendayagunakan nilai,
mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan kemanusiaan.
Manusia mengemban citra kemanusiaan (dengan martabat luhurnya) bahkan
berkewajiban menyadari bahwa citra Ketuhanan Yang Maha Esa terutama Maha Pengasih
dan Penyayang(= Cinta Kasih) yang wajib dijunjung manusia supaya alam, bumi dan
peradaban tetap lestari. Kebencian sebagai nilai antithesa daripada cinta
kasih, adalah sumber kerusakan dan kehancuran, sumber atau sebab kemusnahan.
Berdasarkan analisis diatas,
dapat disimpulkan:
a.
bahwa hakekat kebenaran
ialah cinta kasih, yang perwujudannya ialah kebenaran, keadilan dan kebajikan.
b.
bahwa hakekat
ketidakbenaran ialah kebencian, yang perwujudannya dendam, permusuhan, perang
dan sebagainya,
Manusia dalam
pribadinya yang mandiri menghayati kepribadiannya dan nilai-nilai dalam suatu
proses subyektif yang teologis. Artinya manusia sadar bahwa hidupnya dalam
proses berkembang dan meyakini nilai-nilai dan mengamalkannya, mewariskan dan
melestarikan nilai-nilai. Bahkan manusia menyadari sepenuhnya bahwa kualitas
dan martabat kepribadiannya ialah dalam kesungguhan meyakini dan mengamalkan
nilai-nilai itu. Subyek manusia menikmati hubungan fungsional pribadinya dengan
nilai-nilai terutama dengan hakekat nilai yakni cinta kasih, memberikan cinta
kasih, akan menikmati pula cinta kasih itu.[5]
III.
KESIMPULAN
Pancasila sebagai dasar
dan ideologi negara merupakan norma dasar dan norma tertinggi didalam negara
Republik Indonesia. Perwujudan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam
bentuk peraturan perundang-undangan bersifat imperatif (mengikat). Aktualisasi Pancasila berarti penjabaran nilai-nilai
pancasila dalam bentuk norma-norma, serta merealisasikannya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam aktualisasi Pancasila ini,
penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk norma-norma, dijumpai dalam
bentuk norma hukum, kenegaraan, dan norma-norma moral. Sedangkan realisasinya
dikaitkan dengan tingkah laku semua warga negara dalam masyarakat, berbangsa
dan bernegara, serta seluruh aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi pancasila dibagi dua, yaitu aktualisasi
Obyektif dan aktualisasi Subyektif. Aktualisasi Obyektif merupakan penjabaran
nilai-nilai Pancasila ke bentuk norma aspek penyelenggaraan negara. Sedangkan
Aktualisasi Subyektif merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila dalam bentuk
norma-norma moral pada setiap diri individu. Penjabaran nilai-nilai moral
tersebut telah dijelaskan pada makna setiap sila dalam Pancasila.
DAFTAR
PUSTAKA
Badjuri,
Abdulkahar. 1997. Dinamika Politik Nasional. Semarang: PT Pustaka Rizki
Putra.
Budiyanto.
2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muhammad Nur syam. 1986. Filsafat
Kependidikan dan Dasar Filsafat
Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
[1]
Budiyanto, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2007,
hal.43-45
[2] Ibid
hal.2
[3]Badjuri,
Abdulkahar, Dinamika Politik Nasional, PT Pustaka Rizki Putra, Semarang,
1997,
Hal 97-98
[4] Muhammad
Nur Syam, Filsafat Pendidikan dan
Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, Penerbit Usaha Nasional, Surabaya,
1986. Hal. 346-348.
[5] Ibid. hal 367-373.