SITI JENAR CIKAL BAKAL PAHAM KEJAWEN



SITI JENAR CIKAL BAKAL PAHAM KEJAWEN
RESUME BUKU KARYA : MB. RAHIMSYAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aliran Kebatinan
Dosen Pengampu :
Disusun oleh :

                     Lia Muthoharoh
                       (1430310004)
         
                    
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / AT
TAHUN 2016

BAB  I
ASAL USUL SITI JENAR
Banyak sekali versi tentang asal usul mengenai Siti Jenar. Ada yang mengatakan dia itu berasal sari Persia, ada yang mengatakan berasal dari Tanah Arabia, ada yang mengatakan dia itu putra seorang pendeta dari Gunung Srandil. Ada yang mengatakan putra seorang raja pendeta bernama Resi Bungsu dari Pajajaran.
Tetapi orang Jawa merasa yakin bahwa Syekh Siti Jenar itu benar-benar ada. Bahkan Siti Jenar dianggap sebagai tokoh keramat wali sejati dan guru besar mereka. Keyakinan mereka berdasarkan catatan-catatan suluk dan Babad Tanah Jawi. [1]
Asal Usul Siti Jenar Menurut Versi Babad Tanah Jawi
            Dalam Babad Tanah Jawi (Galuh Mataram), disebutkan bahwa pada suatu ketika para wali berkumpul di Giri Kedaton-Gresik. Karena Sunan Giri yang bergelar Prabu Satmata yang dianggap raja (mufti) dari para wali Jawa.
            Dalam pertemuan itu Sunan Bonang berkata kepada para wali, “wahai anakku Sunan Giri, Saya memberitahukan bahwa Wali di Jawa telah lengkap berjumlah delapan orang. Adik Sunan Kalijagalah yang menjadi penutup”
            Sunan Giri menyetujui asal usul Sunan Bonang itu, para wali yang lain juga tidak ada yang keberatan. Sunan Kalijaga sendiri yang justru merasa keberatan.
            Berkata Sunan Kalijaga “Hamba menjadi Sunan, tetapi belum pernah mendapat petunjuk- petunjuk”.
            Raden Rahmat Sunan Ampel berkata “Anakku Sunan Bonang, baiklah Sunan Kalijaga diberi petunjuk- petunjuk”.
            Sunan Bonang menyanggupi. Lalu pergilah mereka berdua keluar. Mereka pergi ke sebuah telaga dan naik sebuah perahu. Ketika itu perahu yang mereka naiki bocor. Sunan Bonang menyuruh Sunan Kalijaga menambalnya dengan tanah liat. Sunan kalijaga mengambil tanah liat lalu menambalnya pada tempat yang bocor tadi.
            Ditengah perjalanan, Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga itu seperti orang yang bermain teka-teki. Karena Suanan Bonang mempergunaka kias.
“Ada suluh menyala dengan empat pusat. Kalau api padam, kemanakah perginya?” kata Sunan Bonang.
Sunan Kalijaga menjawab, “Api pergi ke suluh tidak bercahaya”
Jawaban itu betul, karena ia dapat menerimanya dengan baik bersamaan dengan turunnya wahyu kepadanya.
Berkata Sunan Bonang “jangan sekali-kali kau ucapkan atau kau ajarkan wejangan ini, karena ini adalah ilmu ghaib ( ilmu rahasia ). Kalau ini samapi terdengar oleh makhlik lain, apapun wujudnya walaupun ia kafir asalkan ia dapat mengerti maksutnya, ia akan menjadi manusia yang sempurna ( insan kamil ).
Tiba-tiba ada seekor cacing yang mengerti akan wejangan Sunan Bonang kepada Sunan Kalijaga. Cacing yang menempel di tanah penambal perahu itu berkata ” Wahai kanjeng Sunan Berdua, hamba dengan tidak sengaja ikut mendengar segala wejangan yang tuanku bicarakan. Hamba dapat mengerti, sehingga rasa-rasanya hamba akan menjadi manusia”. 
Sunan Kalijaga bertanya “ Siapa kau?”
Cacing lur berkata “ Hamba cacing lur yang ada didalam tanah liat yang tuanku pakai untuk menambal perahu”
Sunan Bonang berkata “Sudah menjadi takdir Allah, cacing lur karena mendengar wejangan ini, ia menjado orang”.
Benar, cacing itu mengeluarkan asap berproses dan akhirnya menjadi manusia, duduk bersujud dikaki Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Ia menghormat kepada kedua wali yang dianggap sebagai guru dan penyebab ujudnya menjadi mulia.
Berkata Sunan Bonang “Ku terima sembahmu (penghormatanmu), mulai sekarang kamu bernama Syekh Lemah Abang, karena engkau berasal dari tanah liat yang merah rupanya”.[2]

BAB II
AJARAN SYEKH SITI JENAR
Ajaran Syekh Siti Jenar meliputi masalah ketuhanan, manusia, dan juga alam.
1.   Mengenai Tuhan
            Mengenai Tuhan Syekh Siti Jenar berpendapat bahwa Tuhan adalah ruh tertinggi, ruh maulana yang utama, yang mulia, yang sakti, yang suci tanpa kekurangan, Itulah Hyang Widdhi, ruh maulana yang tinggi dan suci menjelma menjadi diri manusia.
         Hyang Widdhi itu tidak dimana-mana, tidak dilangit, tidak diutara ataupun si selatan. Manusia tidak akan menemui meski berkeliling jagad. Ruh maulana ada pada diri manusia. Karena manusia merupakan penjelmaan dari ruh maulana, sebagaimana dirinya yang sama-sama menggunakan hidup ini dengan indera, jasad yang akan kembali pada asalnya , tanah, busuk, hancur, kotor.
         Jika menusia itu mati, maka ruhnya kembali ke asalnya yaitu ruh maulana yang bebas dari segala penderitaan.
         Ajaran tentang kesatuan ruh Syekh Siti Jenar tampaknya ada kesamaannya dengan ajaran Hindu yang mengatakan bahwa manusia adalah terdiri dari ruh universal yang menjadi dasar segala yang ada ini. Ruh manusia adalah ruh diri manusia yang berubah, tidak bermula, tidak berawal, tidak berakhir, dia tidak lupa dan tidak tidur, yang selalu tidak terikat dengan rangsangan indera yang melingkupi jasmani.
         Di dalam buku Babad Demak ada kesan yang sama tentang persatuan antara ruh manusia dengan ruh Tuhan, tetapi bila di cermati sebagaimana dituturkan oleh babad ini, ajaran Syekh Siti Jenar berbeda dengan apa yang disebut dalam suluk Syekh Siti Jenar, Syekh Siti Jenar mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan karena Dia telah bersatu dengannya. Hal itu dapat dilihat ketika Syekh Siti Jenar diundang oleh Sunan Giri untuk bertukar pikiran tentang ajarannya. Dia menolak dengan kata-kata, Syekh Siti Jenar tidak bersedia datang bila tidak dengan Allahnya. Utusan Sunan Giri kembali dan menceritakan apa yang dialaminya kepada Sunan Giri. Sunan Giri memerintahkan utusannya agar mengundang Allah kepadanya. Syekh Siti Jenar menjawab bahwa Allah tidak bias berjalan tanpa Syekh Siti Jenar. Utusan itu kembali lagi pada Sunan Giri.
         Kemudian Sunan Giri memerintahkan agar mengundang Allah dan Syekh Siti Jenar untuk datang memenuhi undangan. Karena undangan itu maka berangkatlah Syekh Siti Jenar menemui Sunan Giri.
         Sampai di sini, Babad Demak mengisyaratkan adanya persamaan ruh Tuhan dengan ruh manusia. Persatuan antara ruh Tuhan dengan ruh manusia terbatas pada persatuan manusia dengan-Nya, karena Syekh Siti Jenar merasa dia bersatu dengan-Nya.[3]
2.      Tentang Manusia
Pandangan Syekh Siti Jenar tentang manusia , Syekh Siti Jenar membedakan antara jiwa dan akal. Bagi Syekh Siti Jenar, yang disebut jiwa adalah suara hati manusia yang merupakan ungkapan dari zat Tuhan yang harus ditaati dan dituruti perintahnya.
Sementara itu, akal adalah kehendak, angan-angan dan ingatan yang kebenarannya tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena selalu berubah-ubah. Syekh Siti Jenar menggunakan istilah akal diartikan sebagai budi eling misalnya, disatu pihak dikatakan sebagai pegangan hidup. Kata yang sama juga dipakai untuk menunjuk makna kehendak, angan-angan dan ingatan. Berbeda dengan akal dalam arti yang pertama , Syekh Siti Jenar memandang bahwa akal selalu berubah dan dapat mendorong manusia melakukan perbuatan jahat.
Mengenai hal itu, terdapat tiga alat untuk memperoleh pengetahuan, yaitu panca indera, akal dan juga intuisi. Dengan akalnya, manusia memikirkan sesuatu dan dengan inderanya manusia menerima rangsangan yang datang dari luar dirinya. Dan, hanya dengan intuisinya lah manusia melaksanakan sholat, haji, zikir, berdo’a, bersemedi dan mawas diri.
Syekh Siti Jenar percaya bahwa kebenaran yang diperoleh dari hal-hal diatas pengetahuan, mengenai wahyu, bersifat intuitif. Kemampuan intuitif ini ada bersamaan dengan timbulnya kesadaran diri seseorang.[4]

3.      Tentang Alam
                    Syekh Siti Jenar memandang alam semesta sebagai makrokosmos sama dengan mikrokosmos (manusia), kedua hal itu merupakan barang baru ciptaan Tuhan yang sama-sama akan mengalami kerusakan, tidak kekal dan tidak abadi. Manusia terdiri atas jiwa dan raga yang intinya ialah jiwa sebagai penjelmaan zat Tuhan.orga
Sedangkan raga adalah bentuk luar dari jiwa yang dilengkapi panca indera, berbagai organ tubuh seperti daging, otot, darah, tulang. Semua aspek keragaan atau ketubuhan adalah barang pinjaman yang suatu saat, setelah manusia terlepas dari kematian di dunia ini, akan kembali berubah menjadi tanah.
Gagasan Syekh Siti Jenar yang mencakup masalah ketuhanan, manusia, dan alam bersumber dari konsep bahwa manusia adalah jelmaan zat Tuhan. Hubungan jiwa dari Tuhan dan raga berakhir sesudah manusia menemui ajal atau kematian duniawi. Inilah yang menurut Syekh Siti Jenar sebagai terlepasnya manusia dari belenggu alam kematian di dunia.
Sesudah itu manusia bisa menunggal dengan Tuhan dalam keabadian. Pada saat itu, semua bentuk badan wadag atau ketubuhan jasmaniah ditinggal karena barang baru (hawadist) yang dikenai kerusakan dan semacam barang pinjaman yang harus dikembalikan kepada yang punya, yaitu Tuhan sendiri.
Pandangan dan ajaran Syekh Siti Jenar itu sebenarnya tidak berbeda dengan paham yang dianut oleh umat Islam umumnya, bahwa ala mini baru dan hancur tetapi yang berbeda ialah bagaimana menyikapi paham ini. Syekh Siti Jenar mengambil sikap bahwa kita seharusnya segera meninggalkan dunia ini menuju hidup yang abadi.
Sedang umat Islam umumnya berpendapat bahwa kita memang hidup didunia hanya sementara, dan kita akan menuju hidup yang abadi yaitu akhirat, tetapi tidak harus meninggalkan urusan dunia, karena manusia diciptakan untuk menjadi kholifah dimuka bumi ini. Ini berarti manusia harus membangun kehidupan dunia ini dengan berpegang pada ajaran Allah.
Tetapi memang ada sebagian sufi, termasuk Husain ibn Mansur Al-Hallaj, sufi yang diduga menjadi inspirasi lahirnya Syekh Siti Jenar di Jawa, bersikap menolak kehidupan dunia, malah ingin kelihatan hina didepan manusia agar hati dan bibirnya hanya menyebut Allah. Ini merupakan sebagian ajaran yang memperlihatkan kesamaan antara Syekh Siti Jenar dengan al-Hallaj.[5]
BAB III
KISAH  SYEKH  SITI  JENAR
Asal Usul dan Ajaran Siti Jenar
           Syahdan ada seseorang waliyulloh yang sangat pandai, berasal dari cacing sebangsa sudra. Ia memperoleh: ilmu luhur yang membuat hatinya terbuka. Adapun ilmu luhur yang membuat hatinya terbuka itu awalnya ia peroleh dari Sunan Bonang, tatkala Sunan Bonang memberi wejangan kepada kanjeng Sunan Kalijaga . wejangan ilmu luhur tersebut diberikan diatas perahu, yang berada di tengah rawa. Ditempat itulah Syekh Siti Jenar mendapatkan ilmu luhur tersebut
                     Demikianlah awal mula Syekh Siti Jenar mengumbar hawa nafsunya, menyiarkan apa yang terkandung dalam hatinya, mengajarkan agama Islam menurut pendapat dan pandangannya sendiri. Ia mengaku diri sebagai zat Allah dan menganggap budi serta kesadaran manusia sebagai Tuhan. Tuhan yang ada dalam manusia mempunyai dua puluh sifat, yang bersifat kidam dan baka, sifat yang dahulu yang tiada permulaan. Olah tingkah raga yang tidak wajar itu bertentangan dengan pendapat Syekh Siti Jenar, itu termasuk barang baru.
         Kodrat irodat atau kekuasaan serta kehendak Tuhan itu ilmu yang sejati. Kalam, samak, basar, kadiran, samingan, dan muridan dua puluh jumlahnya, jika digulung dan melekat dalam budi, sehingga budi dapat lestari, kekal untuk selama-lamanya. Ini berarti ujud mutlak itu akan menjadi apa yang disebut zat, tiada bermula, tiada berakhir, tiada berasal, tiada bertujuan, serta mengenal keyakinan akan tekad sifat Allah.
              Syekh Siti Jenar menganggap Hyang Widdi, ujud yang tampak oleh mata, mirip dengan ia sendiri, sifat-sifatnya mempunyai ujud, seperti penampakan raga yang tiada tampak. Warnanya melambangkan keselamatan, tetapi tanpa cahaya atau teja, halus, lurus terus menerus, menggambarkan kenyataan tiada berdusta, ibaratnya kekal tiada bermula, sifat dahulu yang meniadakan permulaan, karena asal dari diri pribadi.
Selanjutnya Syekh Siti Jenar berpikir “Hyang Widi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini baka bersifat abadi, tanpa antara, tiada erat dengan sakit atau rasa tak enak, ia berada baik disana, maupun disini, bukan itu bukan ini. Olah tingkah yang banyak dilakukan dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu yang berwujud, yang terbesar di dunia ini bertentangan dengan sifat seluruh yang menciptakan, sebab isi bumi angkasa yang hampa.
Yang disebut kodrat yang paling berkuasa, tiada yang mirip atau yang menyamai. kekuasaannya tanpa peranti, keadaan ujudnya tidak ada, baik luar maupun dalam merupakan kesatuan yang beraneka ragam. Iradat artinya kehendak yang tiada membicarakan, ilmu untuk mengetahui keadaan, yang lepas jauh dari pancaindera bagaikan anak gumpitan lepas tertiup.
 Syekh Siti Jenar ternyata orang yang tajam penglihatannya, mempunyai pandangan yang terang dan tepat, manusia yang melebihi sesamanya. Oleh karena itu, mengaku dirinya pangeran.
Ia berpikir: “sholat lima waktu, puji dan zikir itu adalah kebijaksanaan dalam hati menurut kehendak pribadi. Benar atau salah pribadi sendiri yang akan menerima, dengan segala keberanian yang dimiliki. Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Dimanakah adanya Hyang Suksma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membubunglah ke langit, selamilah dalam buku sampai lapisan ketujuh, tiada ditemukan ujud yang Mulia.
Kemana saja sunyi senyap adanya : keutara, selatan, barat, timur, dan tengah, yang ada di sana-sana hanya disini adanya. Yang ada di bukan ujud saya. Yang ada didalamku adalah hampa yang sunyi. Isi dalam daging tubuh adalah isi perut yang kotor, maka bukan jantung bukan otak yang pisah dari tubuh, laju pesat bagaikan anak panah lepas busur, menjelajah Makkah dan Madinah.
Selanjutnya, Syekh Siti Jenar berpendapat: “Sahadat, Sholat, dan puasa itu sesuatu yang tidak diinginkan, jadi tidak perlu. Adapun zakat dan naik haji ke Makkah, itu semua omong kosong. Itu seluruhnya kedurjanaan budi, penipuan terhadap sesama manusia. Orang-orang dungu yang menuruti aulia, karena diberi harapan surga kelak kemudian hari, sesungguhnya keduanya orang yang tidak tahu. Lain hanya dengan saya Syekh Siti Jenar.

BAB IV
SITI JENAR
CIKAL BAKAL FAHAM KEJAWEN
Manunggaling kawula gusti  adalah faham yang mendasar bagi orang Jawa - Kepercayaan Kejawen. Ada dua paham tentang Manunggaling kawula gusti  :
1.   Bersatunya hamba dengan Tuhan.
2.   Manunggalnya seorang pemimpin dengan rakyatnya.
Demikian bijak dan adilnya seorang pemimpin sehingga ia dicintai dan dihormati oleh rakyatnya sehingga seakan-akan rakyat sudah menunggal dengan pemimpinnya. Untuk itu diperlukan usaha keras yang tulus ikhlas sehingga tercapailah kemanunggaling kawula gusti.
            Adapun paham Manunggaling kawula gusti yang diartikan bersatunya hamba dengan Tuhan, dinisbatkan kepada ajaran Syekh Siti Jenar. Dengan demikian, ajaran Manunggaling kawula gusti  Syekh Siti Jenar adlah Cikal Bakal Paham Kejawen.
            Menurut Dr. Purwadi, M. Hum, selama ini Syekh Siti Jenar hanya dikenang dari Kumandang ajaran Manunggaling kawula gusti. Dalam pandangan Syekh Siti Jenar, Tuhan bersemayam didalam dirinya, karena “kawula” dan “gusti” telah menyatu. Seseorang tidak perlu lagi melaksanakan sholat. Syekh Siti Jenar tidak mau melaksanakan sholat karena kemauannya sendiri.
            Dalam bahasa jawa “siti” adalah tanah, “jenar” adalah merah. Manusia diciptakan dari tanah, tak lebih dari sekadar tanah merah. Sisanya adalah roh Allah. Syekh Siti Jenar mendapat wejangan dari Nabi Khidir, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
            Menurut Syekh Siti Jenar, pada waktu seseorang melaksanakan sholat, budinya bisa mencuri. Ketika sedang berzikir,, bisa jadi budinya melepaskan hati, dan menaruh hati kepada seseorang, bahkan terkadang memikirkan dan mengharapkan dunia. Inilah yang menurut Syekh Siti Jenar membuat dirinya berbeda. Ia telah meenjadi Yang Maha Suci, yang tidak dapat dipikirkan dan dibayangkan.
            Persoalannya menjadi lain ketika para murid Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran ini, dengan beragam pemahaman. Ada yang ekstrem, ada yang lunak. Yang ekstrem adalah yang meninggalkan sholat. Dalam pandangan ini, anak keturunan Sunan Gunung Jati, Syekh Siti Jenar adalah seorang wali.
Syekh Siti Jenar berpendapat bahwa :
a.       Batu dan kayu itu memiliki zat Tuhan.
b.      Manusia itu memiliki zat Tuhan.
c.       Baik makhluk halus maupun makhluk yang tampak, semuanya adalah ciptaan Tuhan.
d.      Segala yang dapat dilihat merupakan ciptaan Tuhan yang tampak, sedangkan yang lain merupakan makhluk halus.
Menurut Abdul Munir Mulkhan (1999), Syekh Siti Jenar punya kedudukan yang sama dengan para wali yang lain. Syekh Siti Jenar telah tiada 500 tahun lalu. Ia diadili oleh Walisongo: sebagaian riwayat mengatakan, ia dieksekusi di Masjid Demak. Tetapi versi lain menyebutkan, Syekh Siti Jenar di eksekusi di Masjid Agung Kasepuhan Cirebon. Kemudian di makamkan di Klematan, Cirebon. 
Makam itu berada di tengah pemakaman umum, didalam bangunan sederhana dan gelap seluas 5 x 5 m Makam Syekh Siti Jenar berada ditengah, diapit oleh dua muridnya: pangeran Jagabayan di sebelah kanan dan Pangeran Kejaksan di sebelah kiri.
Tarekat yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar  pada sekitar 1527 Masehi. Tarekat ini mutawatir dari Nabi Muhammad melalui Abu Bakar Ash- Shiddiq. Pada prinsipnya, yang dituju adalah manunggaling kawula gusti. Derajad tertinggi itu bisa dicapai ketika manusia sudah benar-benar terlepas dari basyar (tubuh). Tak ada wirid dengan bilangan-bilangan tertentu. Jamaah diwajibkan senantiasa mengingat dalam situasi apapun sembari melakukan aktivitas. Tak ada desah napas tanpa menyebut Allah.
Tata cara yang bebas ini memang jadi cirri khas tarekat Syekh Siti Jenar . Prinsip aliran ini adalah semua orang bebas bertemu Tuhan. Tak perlu guru, kyai, atau mursyid. Yang penting mengetahui prinsip dan tata caranya. Guru merupakan pembimbing, bukan penuntun semua derajadnya sama. Jamaah baru akan dibaiat dan akan diberi pelajaran tentang prinsip tarekat. Bagi yang cerdas, dalam setengah jam sudah selesai. Mereka diberi pengetahuan tentang prinsip sangkan, paran, dan dumadi. Arti prinsip tersebut ialah asal-usul, tujuan, dan proses kejadian manusia. Manungsa (manusia) adalah singkatan dari manunggaling rasa, penyatuan roh Tuhan dengan diri manusia. [6]

BAB V
ISTILAH-ISTILAH KEJAWEN
(ALIRAN KEBATINAN)

1.      Kejawen

Kejawen merupakan campuran (sinkretisme) kebudayaan Jawa asli dengan agama pendatang yaitu Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Diantara campuran tersebut yang paling dominan adalah agama Islam itu sendiri.
Bicara soal kejawen atau aliran kebatinan tidak bisa lepas dari istilah-istilah seperti Manunggaling Kawula Gusti, Serat Dewa Ruci, Sedulur  Papt Lima Pancer, Sangkang Paraning Dumadi, Wahyu, kasekten, kramat, tapa brata, ngruwat dan lain-lain.
Menurut Drs. Soesilo, faham Kejawen disimpulkan sebagai berikut:
1.      Kejawen adalah sinkretisme yaitu pencampuran agama Hindu-Budha-Islam. Meskipun berupa campuran, namun ajaran Kejawen masih berpegang pada tradisi Jawa asli sehingga dapat dikatakan mempunyai “kemandirian” sendiri.
2.      Agama menurut Kejawen adalah Manunggaling Kawula Gusti (bersatunya hamba dengan Tuhan. Konsep penyatuan manusia dengan Tuhan oleh kalangan Islam Putihan (santri) dianggap mengarah persekutuan Tuhan atau perbuatan syirik.
3.      Ajaran kejawen berdimensi tasawuf dengan model yang dikembangkan bercampur dengan budaya Hindu yang kurang menghargai aspek syariat dalam arti yang berkaitan dengan hukum-hukum hakiki agama Islam.
4.      Raja adalah pemuka agama dilihat pemakaian gelar raja-raja seperti Sayidina Panatagama atau Khalifatullah. “Ajaran agama ageing aji” (perhiasan) raja. Karena itu, harus disesuaikan dengan Tradisi Jawa.
5.      Kitab Mahabarata dan Ramayana adalah sumber Inspirasi ajaran Kejawen yang mengandung ajaran moralitas karakter dan perilaku tuntunan hidup.
6.      Pengkajian kebenaran alam pikiran Jawa lebih menekankan pada indra batin daripada rasio, sedangkan filsafah Barat bertujuan mencari hakiki kebenaran melalui rasio. Kejawen mencari pendekatan diri dengan Tuhan bahkan ingin menyatu (Manunggaling Kawula Gusti), uraiannya lebih bersifat batiniah.
Kejawen yang sinkretis dan banyak dianut oeh kelompok abangan dan priyayi, merupakan fenomena yang mengundang beberapa peneliti untuk memberikan sebutan yang bermacam-macam. Ada yang menyebutnya sebagai agama Jawi sebagaimana diusulkan oleh Koentjaraningrat, ada yang menyebutnya sebagai bagian dari Islam sehingga disebut Kejawen sebagaimana di susun oleh Mark Woodward. [7]

Karakteristik Kejawen antara lain:
a.   Penekanan pada aspek batin (mistik)
                 Kejawen cenderung menekankan aspek isi (dalam bentuk mistik)  daripada wadah (kesalehan normatif/syari’ah). Persepsi mereka yang dimaksud ‘isi’ adalah Allah, sultan, batin, dan mistik. Sedangkan isi mistik itu sendiri meliputi keberadaan wahyu, kasektem, kramat dan kesatuan mistik. Konsep wahyu dalam persepsi Jawa sedikit berbeda dengan prototip Islam Arab. Wahyu dalam pengertian agama Islam adalah firman Tuhan yang diberikan kepada para rosul baik melalui malaikat Jibril maupun melalui mimpi. Wahyu dalam pengertian Kejawen dianggap sebagai substansi fisik, sering berupa cahaya benderang, yang menyampaikan penghormatan dan penunjukan ilahiyah pada seseorang: penerima wahyu diyakini memancarkan cahaya yang lembut yang beremanasi dari hati atau nurani. Wahyu dipercayai berhubungan dengan takdir, dimana ia tidak bisa diperoleh melalui usaha-usaha pribadi atau ibadah keagamaan. Hanya Allah sendiri yang memutuskan siapa yang akan menerimanya.
                 Kesakten atau kesaktian bisa diperoleh dengan melakukan tapa keras atau dengan menyatukan roh seseorang dengan salah satu dari sumber kesaktian dunia, seperti matahati, angin, dan gejala angin lainnya. Kesaktian dianggap sebagai substansi, karenanya kesaktian bisa disimpan didalam diri atau diisikan pada suatu obyek. Obyek-obyek ini kemudian sering kita kenal sebagai pusaka.
                 Kramat (karomah) dalam persepsi orang Jawa adalah mencirikan pencapaian religious para wali. Kramat bisa diperoleh dengan melalui pembersihan jiwa dan pengembangan hubungan dengan Allah. Kramat juga dianggap sebagai salah satu pendahuluan menuju kesatuan mistik. Kramat juga bisa berarti sebagai makam para wali atau sultan. Biasanya sebagaian masyarakat berusaha mendapatkan berkah dari para wali itu dengan mnziarahi kramatan (makam) itu, yang dianggap masih memiliki karomah.
                 Kesatuan mistik yang merupakan konsep puncak Kejawen yang diistilahkan dengan Jumbuhing Kawula Gusti atau Manunggaling Kawula Gusti yang memiliki konsep yang menyatakan : saya bukanlah saya, engkau bukanlah engkau, juga engkau bukanlah saya. Saya sekali waktu adalah saya dan engkau, engkau sekali waktu adalah engkau dan saya. Dalam literature Jawa, konsep persatuan mistik ini terdapat dalam konsep-konsep perjuangan jiwa melawan nafsu dan berhaji kedalam hati yang diilustrasikan sangat jelas dalam lakon wayang Dewa Ruci. Lakon itu menceritakan pengabdian Bima kepada gurunya, pertempuran-pertempurannya melawan raksasa yang melambangkan nafsu dan pencariannya terhadap air kehidupan (kesatuan dengan Allah).[8]
b.      Agama Sinkretisme
Karakteristik Kejawen yang paling menonjol adalah paham sinkronismenya, sistem keyakinan yang dibangun dengan menggabungkan semua keyakinan agama yang datang di Jawa. Selain percaya terhadap Allah. Muhammad, Al-Qur’an, Kejawen percaya juga adanya dewa-dewa, roh-roh halus dan kekuatan-kekuatan gaib lainnya. Secara lengkap, Kejawen dalam deskripsi Koentjaraningrat meyakini adanya Allah, Muhammad sebagai nabi, adanya nabi-nabi lain, meyakini adanya tokoh-tokoh keramat, meyakini adanya konsep kosmogoni tertentu tentang penciptaan alam, eskatologi.

c.       Praktek Ritual yang Beragam
           Selain melakukan upacara slametan sebagai ritual utama, Koentjaraningrat menyebutkan bahwa masih banyak ritual-ritual lainnya dalam agama Jawi seperti nyekar (adat mengunjungi makam orang yang telah meninggal), sesajen (memberikan korban, biasanya berbentuk rupa-rupa makanan, yang diletakkan ditempat-tempat tertentu), tirakat, tapabrata, semedi, bersih dusun, ngruwat.
           Tirakat adalah usaha-usaha yang disengaja dalam bentuk menjalani kesukaran dan kesengsaraan dengan maksud-maksud agama, yang berakar dari asumsi bahwa usaha-usaha semacam itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya. Tirakat itu dapat mengambil bentuk antara lain puasa mutih (pantang makan selain nasi), puasa ngebleng (puasa dengan menyendiri didalam ruangan), puasa patigeni (puasa dalam suatu ruangan yang pekat, tidak tertembus cahaya)
           Tapabrata adalah ibadah  yang dianggap penting dengan anggapan bahwa dengan menjalankan kehidupajn yang ketat dengan disiplin tinggi serta mampu menahan hawa nafsu, orang dapat mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tapa, ini berbentuk semedi atau laku tertentu. Ada banyak bentuk tapa, yaitu antara lain: tapa ngalong (dengan menggantung terbalik, kedua kaki diikat pada dahan pohon), tapa ngluwat (bersemedi disamping makam seseorang dalam jangka waktu tertentu), tapa bisu (menahan diri dari berbicara), tapa bolot (tidak mandi dan tidak membersihkan diri dalam jangka waktu tertentu), tapa ngidang (menyingkir diri kedalam hutan), tapa ngrambang (menyendiri dalam hutan dan hanya makan tumbuh-tumbuhan)
Semedi adalah kata lain dari meditasi.[9]
Bersih dusun adalah upacara yang melibatkan semua warga dusun yang dilakukan dibulan sela (Dzulqoidah) yang berbentuk pembersihan diri dari kejahatan, dosa, dan segala yang mengakibatkan kesengsaraan.
Ngruwat adalah upacara pembersihan untuk membebaskan seseorang dari suatu kemalangan yang bukan akibat dari kesalehannya sendiri.
Selametan untuk mengekspresikan mistik, orang jawa memiliki ritus-ritus tertentu sebagai wadah dari mistik tersebut. Ritus-ritus yang paling permukaan dan umum Nampak dalam tradisi yang dilaksanakan kalangan masyarakat adalah tradisi slametan. Ada beberapa bentuk upacara slametan antara lain: slametan kelahiran, slametan khitanan, perkawinan, slametan kematian, slametan berdasarkan penanggalan, slametan desa, dan slametan sela.
Menelaah Ajaran Kejawen lebih dulu harus mengerti istilah “Kebatinan” atau lebih tepat disebut “ Ngelmu Kebatinan
Kebatinan adalah bentuk usaha untuk mewujudkan dan menghayati nilai-nilai dan kenyataan rohani dalam diri manusia serta alamnya dan membawa orang kepada pertemuan kenyataan hidup sejati serta pecapaian budi luhur dan kesempurnaan hidup.
Usaha-usaha ini dilaksanakan dengan berbagai latihan rohani, laku tata brata dan samadi, serta latihan-latihan lainnnya untuk mengurangi kenikamatan lahiriyah: hawa nafsu, makan dan minum (cegah dahar lawan guling).
Kelompok kebatinan umumnya dibawah wibawa seorang guru (pembimbing rohani) atau lebih yang dianggap menguasai ilmu yang diajarkan kepada penganutnya.
Ada beberapa jenis aliran kebatinan, seoerti aliran yang bersifat mistik, okultis, teosofis, serta etis. Disamping itu ada aliran yang lebih bersifat kejiwaan  yang mengutamakan kesempurnaan jiwa manusia menjadi  bebas dan transenden. Di Indonesia aliran-aliran kebatinan bergabung di dalam Sekretariat Bersama Pemghayatan Kepercayaan.[10]
Beberapa aliran kebatinan dikenal di Indonesia antara lain paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), Susilo Budhi Dharmo (Subud), Sapto Darmo , Paguyuban Sumarah, Perhimpunan Warga Teosofi Indonesia (Perwatin) dan lain-lain. Didalam “Ngelmu Kebatinan” kita bedakan antara sifat dan unsur kebatinan.
Prof. MM. Jayadiguna, SH, seorang sosiolog dan ahli hokum  adat Universitas Gadjah Mada, memberikan pengertian kebatinan itu mengandung 4 unsur penting yaitu:
1. Budi pekerti luhur, amal sholeh, moral dan akhlak atau etika atau filsafat tingkah laku.
2. Mengerti mendalami akan filsafat “Sangkan Paraning Dumadi” atau metafisika atau filsafat tentang ada.
3. Ilmu gaib atau Jaya Kewijayaan atau kanuragan atau Okultisme.
4. “Manunggaling kawula Gusti” atau Mistikisme atau Tasawuf.[11]



[1] MB. Rahimsyah. AR SITI JENAR (Cikal bakal Faham Kejawen) (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006)  hlm 7-8
[2] Hlm 9-11
[3]  Hlm 37-38.
[4] 38-39.
[5] Hlm 43-44.
[6] 153-155.
[7] Hlm 163-164.
[8] Hlm 164-165.
[9] Hlm 165-167.
[10] Hlm 167-169.
[11] Hlm 169.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Khalwat Elia

Healthy IF adalah sebuah blog personal yang membahas berbagai macam informasi dari berbagai macam dunia kesehatan dari mulai manfaat hingga bahaya yang ditimbulkan dari berbagai macam tumbuhan dan lain sebagainya.

1 comments: Add Comments

The new casino of the day - DRMCD
slots with 의정부 출장안마 a new design, an immersive 강원도 출장마사지 gaming experience and the possibility of 울산광역 출장샵 Slots have a new 부천 출장안마 design, an immersive gaming experience 남양주 출장안마 and the possibility of