Nama : Lia Muthoharoh
NIM :
1430310004
Prodi : Akhlak
dan Tasawuf (Semester 7)
Mata Kuliah:
Terapi Sufistik
Dosen Pengampu:
Atika Ulfia Adlina, M.S.I
PEDAHULUAN
Belajar pada
dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga
terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para pelajar
seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh
perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa
siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil
belajar.
Hasil
belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh
kepribadiannya. Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan
dalam aspek kepribadian. Siswa yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan
pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan tujuan yang tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan belajar, apabila
menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari
seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos,
menentang, isolated, motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.
Seseorang
yang merasa malas belajar dan mengabaikan berbagai tugas yang diberikan dosen,
bahkan merasa tak peduli dengan konsekuensinya, sesungguhnya dia telah
mengalami gangguan mental. Untuk mengatasinya, perlu terapi kognitif serta
memberikan motivasi yang dapat membangun semangatnya.
PEMBAHASAN
1.
Mengidentifikasi Gangguan Mental
Berdasarkan soal diatas, Perilaku
Salman termasuk gangguan mental kategori Bad Caracter. Hal ini ditandai
sikap Salman yang tidak pernah bisa konsentrasi dalam kuliah dan juga rasa
malas melakukan aktivitas apapun. Jenis terapi yang digunakan Psikoterapi
Umum adalah Terapi Kognitif, yakni untuk mengatasi pola pikir yang buruk.[1]
Terapi kognitif menurut penciptanya, Aaron Beck adalah terapi terstruktur
jangka pendek yang menggunakan kerja sama aktif antara pasien dan ahli terapi
untuk mencapai tujuan terapetik. Terapi ini berorientasi terhadap rnasalah
sekarang dan pemecahannya. Terapi biasanya dilakukan atas dasar individual, ada
juga yang berdasarkan kelompok. [2]
Bahwa yang dialami Salman ini adalah
gangguan pada kapasitas pemahamannya, sehingga menyebabkan dia malas berangkat
kuliah, malas melakukan aktivitas apapun hingga membuatnya sulit untuk
konsentrasi belajar. Penekanan terapi ini dengan cara mengenali & merubah pikiran negatif
sekaligus sistem kepercayaan yg maladaptif.
Masalah-masalah
tersebut menjadi dasar untuk perencanaan isi sesi dan mendiskusikan bagaimana
untuk menangani hal tersebut. Biasanya, pada awal sesi, klien dan terapis akan
bersama-sama menetapkan topik utama yang ingin mereka kerjakan pada minggu
tersebut. Mereka juga akan meluangkan waktu untuk mendiskusikan kesimpulan dari
sesi sebelumnya. Dan mereka akan melihat kemajuan yang dibuat. Pada akhir sesi,
mereka akan merencanakan tugas lain yang harus dilakukan di luar sesi.[3]
Seperti pada
psikoterapi lainnya, peranan ahli terapi adalah penting untuk keberhasilan
terapi. Ahli terapi harus mampu memancarkan pengalaman hidup yang hangat dan
dimengerti dari masing – masing pasien, dan benar-benar murni dan jujur dengan
dirinya sendiri dan dengan pasiennya. Ahli terapi harus mampu berhubungan
secara terampil dan interaktif dengan pasiennya. Ahli terapi kognitif membuat
agenda pada awal masing-masing sesion, menyusun tugas rutin yang harus
dikerjakan di antara sesion, dan mengajarkan keterampilan baru. Ahli terapi dan
pasien secara aktif bekerja sama. Terapi kognitif memiliki tiga komponen: aspek
didaktik, teknik kognitif dan teknik perilaku.
Untuk teknik perilaku, bekerja sama
dengan teknik kognitif. Teknik perilaku digunakan untuk menguji dan mengubah
kognisi maladaptif dan tidak akurat. Tujuan keseluruhan teknik adalah untuk
membantu pasien mengerti ketidakakuratan asumsi kognitifnya dan mempelajari
strategi dan cara baru menghadapi masalah tersebut. Di antara teknik perilaku
yang digunakan dalam terapi adalah menjadwalkan aktivitas, pengusaan dan
kesenangan, menyusun tugas bertahap, latihan kognitif, latihan kepercayaan diri,
permainan peran (role playing), dan teknik pengalihan.[4]
Teori
kognitif sosial awalnya disebut teori belajar sosial. Teori ini berakar dari
behaviorisme sehingga teori ini juga membahas pengaruh penguatan dan hukuman
dalam batas tertentu. Dalam perkembangannya, teori behaviorisme memasukkan
proses-proses kognitif kedalam penjelasan tentang belajar sehingga akhirnya
disebut teori kognitif sosial. Teori kognitif sosial mengulas tentang motivasi
dengan porsi yang lebih besar dibandingkan ulasan serupa pada perspektif
kognitif dan behavioris.[5]
Jadi
hal terpenting yang disampaikan terapis pada intinya adalah memberi motivasi
belajar kepada Salman agar mampu mengubah pola pikir yang buruk dan menanamkan
tujuan hidup agar kehidupannnya lebih terarah.
2.
Komponen Penggerak Belajar
Ada tiga
komponen yang harus kita miliki, agar kita dapat melakukan kegiatan (proses)
belajar, yaitu: Minat, Perhatian dan Motivasi.
1)
Minat dapat diartikan sebagai
keinginan yang kuat untuk memenuhi kepuasan kita, baik berupa keinginan
memiliki atau melakukan sesuatu. Besarnya minat atau keberartian minat ini
dapat dipandang dari dua sisi, yaitu:
a.
Minat sebagai sebab, yaitu tenaga
pendorong yang merangsang kita memperhatikan objek tertentu lebih dari
objek-objek lainnya.
b.
Minat sebagai akibat, yaitu berupa
pengalaman perasaan yang menyenangkan yang timbul sebagai akibat dari kehadiran
seseorang, atau objek tertentu, atau sebagai hasil daripada partisipasi kita di
dalam suatu bentuk kegiatan.
Mengingat pada
kegiatan yang didorong oleh minat tentu mengandung unsur kegembiraan untuk
melakukannya. Belajar pun dapat berlangsung dengan baik, jika didorong oleh
minat yang kuat. Sebaliknya, aktivitas tanpa minat yang kuat akan menimbulkan
suatu penolakan atau pertentangan dari dalam batin kita untuk segera
mengabaikan aktivitas tersebut. Jika dipaksakan juga, akan memberi suatu
kondisi yang tidak mengenakkan hati, sehingga menimbulkan rasa malas, bosan dan
mengantuk. Akhirnya mudah terpengaruh untuk beralih ke aktivitas lain yang
lebih menarik perhatian.
2)
Perhatian adalah proses pemusatan
pengerahan aktivitas tenaga psikis (pikiran) dan fisik terutama indera
dan gerakan tubuh pada fokus tertentu. Pengerahan aktivitas pikiran dan fisik
tersebut sangat dipengaruhi oleh kadar kesadaran yang turut serta pada
aktivitas tersebut. Dengan kata lain, intensitas perhatian kita itu sangat
didorong oleh kadar kesadaran yang turut pada aktivitas pengamatan kita
tersebut, seperti adanya minat dan motivasi. Semakin tinggi intensitas
perhatian kita pada suatu kegiatan akan semakin sukses kegiatan yang kita
lakukan tersebut. Sebaliknya, jika perhatian kita lemah atau terpecah, maka
menimbulkan aktivitas yang berkualitas rendah dan menimbulkan ketidakseriusan.
Ketidakseriusan merupakan awal terbentuknya rasa malas dan bosan.[6]
3)
Motivasi
memiliki makna apabila seseorang
berbuat atau melakukan sesuatu didorong oleh sebuah kekuatan dari dalam
dirinya. Dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu disebut motif.
Sorenson mengatakan motif adalah pikiran (thought) atau perasaan (feeling) yang
bekerja sebagai suatu drive yang mendorong seseorang melakukan tindakan
tertentu pada suatu saat tertentu. Grinder mengatakan motif adalah drive atau impuls dari dalam diri
individu yang menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan perilaku tersebut ke
tujuan.
Perbuatan yang semula
tidak bermotif dapat saja berubah menjadi perbuatan bermotif. Apabila motif
menjadi aktif, maka mucul gerakan melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan
seperti motifnya. Muculnya gerakan untuk melakukan aktivitas ini disebut
Motivasi. Menurut para ahli, motivasi mempengaruhi pembelajaran (dan perilaku)
melalui proses berikut:
a)
Motivasi
mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu.
b)
Dalam
hal ini, Salman tidak memiliki tujuan, bahkan ia merasa sangat malas ketika
berangkat kuliah hingga merasa kesulitan berkonsentasi. Motivasi sangat
diperlukan agar menumbuhkan rasa semangat dan tanggung jawab pada diri Salman,
serta besedia menerima konsekuensi atas segala perbuatannya.
c)
Motivasi
meningkatkan usaha dan energi.
d)
Motivasi
meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan terhadap berbagai aktivitas.
e)
Motivasi
mempengaruhi proses-proses kognitif.
f)
Motivasi
menentukan konsekuensi mana yang memberi penguatan dan menghukum.
g)
Motivasi
sering meningkatkan perform[7]
Ketiga komponen minat, perhatian dan
motivasi ini merupakan faktor-faktor yang ada pada setiap orang untuk melakukan
aktivitas tertentu. Juga ketiga komponen ini saling mempengaruhi, sehingga
bermutu atau tidaknya aktivitas kita itu sangat tergantung pada ketiga komponen
yang mendasari aktivitas tersebut, termasuk aktivitas belajar. Dalam aktivitas
belajar, jika ketiga komponen minat, perhatian dan motivasi tidak optimal, maka
kita pun akan mengalami kesulitan melakukan konsentrasi belajar.
Sebagaimana yang dialami Salman, dia
begitu malas melakukan aktivitas apapun hingga berkurangnya konsentrasi
belajar, pengetahuan yang disampaikan Dosen, hanya angin lalu saja.
Konsentrasi belajar
adalah pemusatan daya pikiran dan perbuatan pada suatu objek yang dipelajari
dengan menghalau atau menyisihkan segala hal yang tidak ada hubungannya dengan
objek yang dipelajari. Ketidakberdayaan melakukan konsentrasi belajar ini,
merupakan problematik aktual di kalangan pelajar. Kita sering kali mengalami
pikiran bercabang (duplikasi pikiran), saat melakukan kegiatan belajar.
Pikiran bercabang bisa muncul tanpa kita
sadari. Tentunya kita pun merasa terganggu sekali saat tak mampu berkonsentrasi
dalam belajar. Saat belajar, kadangkala tanpa kita undang muncul kepermukaan
alam pikiran mengenai masalah-masalah lama, keinginan-keinginan lain atau yang
terhambat menjadi pengganggu aktivitas belajar kita. Alhasil, kitapun beralih
dan larut ke alam pikiran yang melintas tersebut.
Di sini perlu kita sadari, bahwa
konsentrasi belajar itu tidak datang dengan sendirinya atau bukan dikarenakan
pembawaan bakat seseorang yang dibawa sejak lahir. Melainkan konsentrasi
belajar itu harus diciptakan dan direncanakan serta dijadikan kebiasaan
belajar. Setiap orang pada dasarnya punya potensi dan kemampuan yang sama untuk
dapat melakukan konsentrasi belajar.
Suatu proses pemusatan daya pikiran
dan perbuatan tersebut maksudnya adalah aktivitas berpikir dan tindakan untuk
memberi tanggapan-tanggapan yang lebih intensif terhadap fokus atau objek
tertentu. Fokus atau objek tertentu itu, tentunya telah melalui tahapan
penyeleksian kualitas yang direncanakan. Prosedur tahapan penyeleksian akan
kualitas objek yang direncanakan tak lain adalah pengembangan minat, motivasi
dan perhatian pada objek belajar.
Penyebab-penyebab timbulnya
kesulitan konsentrasi belajar, antara lain:
1. Lemahnya
minat dan motivasi padapelajaran
2. Perasaan
gelisah, tertekan, marah. Kuatir, takut, benci dan dendam.
3. Suasana
lingkungan belajar yang berisik dan berantakan.
4. Kondisi
kesehatan jasmani.
5. Bersifat
pasif dalam belajar.
6. Tidak
memiliki kecakapan dalam cara-cara belajar yang baik.
Nah, langkah-langkah yang harus
dilakukan Salman agar bisa lebih konsentrasi belajar adalah:
1.
Kesiapan belajar (ready
learning). Sebelum melakukan aktivitas belajar kita harus benar-benar
dalam kondisi fresh (segar) untuk belajar. Untuk siap melakukan aktivitas
belajar ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu kondisi fisik dan psikis.
Kondisi fisik harus bebas dari gangguan penyakit, kurang gizi dan rasa lapar.
Kondisi psikis harus steril dari gangguan konflik kejiwaan atau ketegangan
emosional, seperti cemas, kecewa, patah hati, iri dan dendam. Masalah-masalah
konflik kejiwaan ini harus diselesaikan terlebih dahulu. Pikiran harus benar-benar
jernih, jika hendak melakukan kegiatan belajar.
2.
Menanamkan minat dan motivasi
belajar dengan cara mengembangkan “Imajinasi Berpikir”. Untuk
membangkitkan minat dan motivasi belajar, maka perlu kita ketahui mengenai:
·
Apa yang dipelajari
·
Untuk apa mempelajari materi
pelajaran yang hendak dipelajari
·
Apa hubungan materi pelajaran dengan
kehidupan sehari-hari (manfaat mempelajari dan apa yang dapat kita lakukan
dengan pengetahuan tersebut)
·
Bagaimana cara mempelajarinya.
Dengan
mengetahui keempat hal tersebut di atas, kita akan belajar secara terarah atau
lebih terfokus pada materi pelajaran. Kemudian untuk membangkitkan faktor
intelektual-emosional belajar kita, maka perlu mengembangkan dan membiasakan “berimajinasi
dalam berpikir”. Maksudnya, kita membiasakan untuk menjelajah dengan
berusaha membayangkan gambaran bentuk yang dipelajari. Kemudian pikirkan
unsur-unsur penting yang membentuk gambaran tersebut. Dengan demikian kita akan
digiring pada pola belajar aktif dan kreatif.
3. Berusaha menyusun kerangka
berpikir dan bertindak step by step dalam memecahkan masalah.Untuk memudahkan
konsentrasi belajar dibutuhkan panduan untuk pengaktifan cara berpikir,
penyeleksian fokus masalah dan pengarahan rasa ingin tahu. Juga, harus memuat
tujuan yang hendak dicapai dan cara-cara menghidupkan dan mengembangkan rasa
ingin tahu kita, hingga tuntas terhadap apa yang hendak dipelajari.
4.
Lingkungan belajar harus kondusif.
Belajar membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk memperoleh hasil belajar
secara optimal. Harus diupayakan tempat dan ruangan yang apik, teratur dan
bersih. Suasanapun harus nyaman untuk belajar.
5.
Belajar aktif. Jika kita sulit
berkonsentrasi belajar di sekolah atau sulit mengerti apa yang dijelaskan guru
dan sebagainya, maka kita harus dapat mengembangkan pola belajar aktif. Kita
harus aktif belajar dan berani mengungkapkan ketidaktahuan pada guru atau
teman. Buang rasa sungkan, rasa malu dan rasa takut pada guru. Guru tidak akan
memberi hukuman pada kita yang proaktif dalam belajar. Jika kita proaktif dalam
belajar, maka kita akan mendapat perhatian khusus guru. Kita yang belajar yang
proaktif akan menghalau timbulnya proses pengembaraan pikiran (duplikasi
pikiran). Kita akan tetap fokus pada pelajaran. Intensitas konsentrasi
belajar pun akan menjadi semakin optimal.
6.
Perlu disediakan waktu untuk
menyegarkan pikiran (resfreshing) saat menghadapi kejemuan
belajar. Saat kita belajar sendiri di rumah dan menghadapi kesulitan (jalan
buntu) mempelajari materi pelajaran, kadangkala menimbulkan rasa jemu dan bosan
untuk berpikir. Jika hal ini terjadi, maka jangan paksakan diri kita untuk
terus melanjutkan belajar. Jika dipaksakan akan menimbulkan kepenatan dan
kelelahan, sehingga akan menimbulkan antipati untuk belajar. Jalan keluarnya
kita harus menyediakan waktu 5-10 menit untuk beristirahat sejenak dengan
mengalihkan perhatian pada hal lain yang bersifat menyenangkan dan menyegarkan.
Jika kepenatan dan kelelahan daya pikir atau daya kerja otak kita hilang dan
pikiran kembali fresh, maka kita dapat kembali melanjutkan pelajaran yang
tertunda tersebut.[8]
PENUTUP
Berangkat dari masalah yang dialami Salman, kita tahu
bahwa dia mengalami gangguan mental diantaranya tidak pernah bisa konsentrasi
dalam kuliah, malas berangkat kuliah, dan serba malas melakukan aktivitas
apapun. Ada tiga komponen yang harus kita miliki ketika seseorang melakukan kegiatan (proses) belajar, yaitu: Minat,
Perhatian dan Motivasi. Jika ketiga hal ini tidak berjalan secara optimal,
maka akan timbul permasalahan yang sama seperti yang dialami Salman.
Untuk mengatasinya perlu adanya Terapi Kognitif yakni
mengubah pola pikir yang buruk. Terapis juga penting sekali untuk memberikan
motivasi agar Salman bisa tergerak untuk belajar dan mampu melawan rasa malas
yang sering dirasakannya dan juga dan
menanamkan tujuan hidup agar kehidupannnya lebih terarah.
Terapi kognitif menurut penciptanya, Aaron Beck adalah
terapi terstruktur jangka pendek yang menggunakan kerja sama aktif antara
pasien dan ahli terapi untuk mencapai tujuan terapetik. Terapi ini berorientasi
terhadap rnasalah sekarang dan pemecahannya. Teknik perilaku yang digunakan
dalam terapi adalah menjadwalkan aktivitas, pengusaan dan kesenangan, menyusun
tugas bertahap, latihan kognitif, latihan kepercayaan diri, permainan peran (role
playing), dan teknik pengalihan.
DAFTAR
PUSTAKA
Eva Latipah “Pengantar Psikologi Pendidikan” Pedagogia: Yogyakarta,
2012. Hlm 96-97
KBM Mata Kuliah
Terapi Sufistik mengenai “Perbedaan Terapi Sufistik dan Psikoterapi Umum”
hari Rabu 8 November 2017 pukul 08.30 WIB, Akhlak dan Tasawuf semester 7
Tirto Jiwo “ Terapi perilaku kognitif (2) : pola pikir negatif” dengan alamat https://tirtojiwo.org/?p=592” diakses pada tanggal 3 Desember 2017 pukul 20.23 WIB
Juni Asri Ditha “
Psikoterapi Terapi Kognitif” dengan alamat
https://juniditha.wordpress.com/2012/03/12/terapi-kognitif/ diakses pada tanggal 11 Desember 2017 Pukul
20.24 WIB
Hendra Surya “Cara Konsentrasi Belajar” dengan alamat
https://hendrasurya.blogspot.co.id/2009/02/cara-konsentrasi-belaja.html.
diakses pada hari Senin 11 Desember 2017 pukul 11.49 WIB
[1]
. KBM Mata Kuliah Terapi Sufistik mengenai “Perbedaan Terapi Sufistik dan
Psikoterapi Umum” hari Rabu 8 November 2017 pukul 08.30 WIB, Akhlak dan
Tasawuf semester 7
[2]
Juni Asri Ditha
“ Psikoterapi Terapi Kognitif” dengan alamat https://juniditha.wordpress.com/2012/03/12/terapi-kognitif/
diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Pukul 20.24 WIB
[3]
Tirto Jiwo “ Terapi perilaku kognitif (2) : pola pikir negatif” dengan alamat https://tirtojiwo.org/?p=592” diakses pada tanggal 3
Desember 2017 pukul 20.23 WIB
[4]
Juni Asri Ditha
“ Psikoterapi Terapi Kognitif” dengan alamat https://juniditha.wordpress.com/2012/03/12/terapi-kognitif/
diakses pada tanggal 11 Desember 2017
Pukul 20.24 WIB
[5] Eva
Latipah “Pengantar Psikologi Pendidikan” Pedagogia: Yogyakarta, 2012. Hlm 96-97
[6] Hendra
Surya “Cara Konsentrasi Belajar” dengan alamat https://hendrasurya.blogspot.co.id/2009/02/cara-konsentrasi-belaja.html.
diakses pada hari Senin 11 Desember 2017 pukul 11.49 WIB
[7] Eva
Latipah, Op.cit, Hlm 158-162
[8] Hendra
Surya “Cara Konsentrasi Belajar” dengan alamat https://hendrasurya.blogspot.co.id/2009/02/cara-konsentrasi-belaja.html.
diakses pada hari Senin 11 Desember 2017 pukul 11.49 WIB