MAKALAH TENTANG ISLAM SEBAGAI ILMU

                                                     
ISLAM SEBAGAI ILMU
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu: Zulham Qudsi Fahrizal Alam, M.A
logo STAIN bening.jpg
DISUSUN OLEH :
                                                Aldri Wicaksono
                 Bagus Ardrianto   
                 Lia Muthoharoh
           
                    
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / TASAWUF PSIKOTERAPI
TAHUN 2014


I.                   PENDAHULUAN
Berangkat dari keprihatinannya atas gagasan Islamisasi pengetahuan yang cenderung bersifat reaktif, Kuntowijoyo dalam buku ini menawarkan suatu penyikapan baru perihal hubungan antara agama (Islam) dan ilmu. Menurutnya, dalam hal ilmu, gerakan intelektual Islam harus melangkah lebih jauh, yakni bergerak dari teks menuju konteks. Ikhtiar keilmuan ini memiliki tiga sendi, yakni pengilmuan Islam sebagai proses keilmuan yang bergerak dari teks Al-Qur’an menuju konteks sosial dan ekologis manusia.
Paradigma Islam adalah hasil keilmuan yakni paradigma baru tentang ilmu-ilmu integralistik, sebagai hasil penyatuan agama dan wahyu dan Islam sebagai ilmu yang merupakan proses sekaligus sebagai hasil. Atas gagasan yang dilontarkannya ini, Kuntowijoyo pun mengajak intelektual Islam untuk mengganti Islamisasi pengetahuan menjadi pengilmuan Islam. Dengan ulasan yang sangat bernas, buku karangan Kuntowijoyo amat sesuai untuk digunakan sebagai referensi utama dalam melihat hubungan Islam dan ilmu pengetahuan, baik menyangkut aspek-aspek epistemologi (dasar-dasar pengetahuan), metodologi (cara-cara menerjemahkan agama yang normatif ke dalam ilmu teoretis), maupun etika (hubungan antara Islam sebagai ilmu dan realitas sosial).

II.                 RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana penjelasan Islam sebagai ilmu mengenai Epistimologi Paradigma Islam?
B.     Apa saja Metodologi Pengilmuan Islam itu?
C.     Apa saja Etika dan kritik peradaban modern pada Paradigma Islam ?








ISLAM SEBAGAI ILMU : Epistimologi, Metodelogi, Dan Etika

III.   PEMBAHASAN
      Islamisasi pengetahuan berusaha supaya umat Islam tidak begitu saja meniru metode-metode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya, yaitu tauhid. Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan, yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan, dan kesatuan sejarah. Cara pandang lain dalam menyelesaikan permasalahan umat adalah “Islam Kontekstual”. “Islam kontekstual menjadi popular di Indonesia lewat Munawir Sjadzali, Menteri Agama RI tahun 1983-1993 . Selain itu, ada pula konsep yang dikenal dengan istilah “Islam Profetik” yang mencoba merekonstruksi cara pandang terhadap keteladanan Rosulullah Muhammad SAW. Bahwa yang diambil dari pribadi Nabi adalah dimensi keteladanan profetiknya yang berupa hikmah, kearifan, pesan, dan pelajaran hidup.
A.    Epistemologi Paradigma Islam
Dalam pembahasan mengenai epistemology paradigma Islam, terdapat poin pokok. Pertama, Islam adalah suatu struktur dimana struktur menurut Webster’s New International Dictionary, kata structure berasal dari kata latin structure yang artinya bangunan, dari kata structus atau stuere yang berarti menyusun (mengatur diri sendiri).  Kedua, Strukturalisme Transendental sebagai metode sesuai dengan keperluan Islam masa kini dan disini. Menurut Kuntowijoyo, strukturalisme transendental akan sangat berguna bagi ilmu alam, kemanusiaan, dan agama, untuk menyadari adanya totalitas Islam dan adanya perubahan-perubahan. Agar agama sesuai dengan perubahan-perubahan, maka diperlukanlah agenda baru supaya unsur muamalahnya (suatu yang dapat berubah) tidak ketinggalan zaman. Dan agenda baru itu dapat menjadi lahan bagi ijtihad. Agenda tersebut terdiri dari enam kesadaran: 1). Kesadaran adanya perubahan, 2). Kesadaran kolektif, 3). Kesadaran sejarah, 4). Kesadaran adanya fakta sosial, 5). Kesadaran adanya masyarakat abstrak, dan 6). Kesadaran perlunya objektivikasi. Ketiga, Islam mempunyai kemampuan untuk mengubah dirinya sendiri (transformasi diri) tanpa kehilangan keutuhannya. Keempat, tugas umat Islam sekarang ini ialah menyadari perubahan-perubahan di lingkungannya untuk menyesuaikan muamalahnya.  Kelima, gambaran tentang Islam yang kaku, anti-perubahan, dan kuno ternyata tidak benar.Keenam, kejian masalah-masalah kontenporer dalam bidang sosial, kemanusiaan, filsafat, seni dan tasawuf dari sudut pandang Islam dapat menghilangkan kesan tentang Islam yang garang, melihat segala soal secara legalistik.
B.     Metodologi Pengilmuan Islam
        Ada dua metodelogi yang dipakai dalam proses pengilmuan islam, “ yaitu integralisasi dan objektifikasi. Pertama, integralisasi ialah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu (petunjuk Allah dalam Al-Quran serta pelaksanaan dalam Sunnah Nabi). Kedua, objektifikasi ialah menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang ” Kuntowijoyo menjelaskan, bahwa dalam ilmu-ilmu yang terlahir dari akal budi manusia (Ilmu Sekuler) diawali dengan filsafat, antroposentrisme, diferensiasi, hingga menjadi ilmu sekular. Modranisme dalam filsafat tempat berangkatnya ilmu-ilmu sekuler. Rasionalisme yang berkembang pada abad 15/16 menolak teosentrisme abad pertengahan. Rasio manusia diagungkan dan wahyu Tuhan dinistakan. Sumber kebenaran adalah pikiran. Antroposentrisme adalah konsekuensi logis dari penolakan atas wahyu. Di mana manusia menjadi pusat kebenaran, etika, kebijaksanaan, dan pengetahuan. Manusia adalah pencipta, pelaksana, dan sekaligus konsumen atas produksinya sendiri. Waktu manusia memandang dirinya sebagai pusat, maka terjadilah diferensiasi (pemisahan). Seluruh pengetahuan dipisahkan dari wahyu. Karena itu kegiatan ekonomi, politik, hukum, dan ilmu pengetahuan dipisahkan dari agama (sekular). Kebenaran ilmu terletak pada ilmu sendiri.
        Maka jadilah apa yang dinamakan dengan ilmu sekular, yang menurut Kuntowojoyo adalah “ilmu yang diklaim sebagai objektif, bebas nilai, dan bebas dari kepentingan. Namun ternyata, ilmu itu telah melampaui dirinya. Ilmu yang semula adalah ciptaan manusia berbalik menjadi penguasa atas manusia. Sumber pertama pengetahuan dan kebenaran haruslah agama. Penjelasannya adalah, pertama, sumber pengetahuan dan kebenaran adalah dari agama, dalam hal ini adalah wahyu Tuhan, yaitu al-Quran. Kemudian, di dalam teoantroposentrisme, kebenaran agama digabungkan dengan kebenaran yang bersumber dari akal budi manusia. Sehingga dalam praktiknya, terjadi dediferensiasi, yaitu menyatunya agama dalam setiap aktivitas kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum, ataupun budaya. Selanjutnya dikenallah apa yang dinamakan dengan ilmu integralistik, ilmu yang bukan sekedar menggabungkan, tetapi juga menyatukan antara wahyu dan hasil akal budi manusia.  
     Berikutnya objektivikasi. Sebelum menjelasakan objektivikasi, perlu juga dijelaskan terminologi lain yang menyertainya, yaitu: internalisasi, subjektivikasi, eksternalisasi, dan gejala objektif. Dalam istilah Kuntowijoyo, objektivikasi adalah penterjemahan nilai-nilai internal ke dalam kategori-kategori objektif. Contohnya adalah Pancasila.  Terakhir adalah gejala objektif. Ia adalah bentuk dari hasil subjektivikasi dan objektivikasi. Bedanya adalah, jika subjektivikasi tidak didasarkan dari nilai tertentu, karena ia berangkat dari dorongan diri, sementara objektivikasi diawali oleh proses internalisasi. dari objektivikasi.
C.    Etika Paradigma Islam
      Ada empat hal yang akan dibicarakan. Pertama, tujuan akhir paradigma Islam. Seperti diketahui ilmu sekular meramalkan bahwa transformasi kemanusiaan akan menuju kearah masyarakat secular, seperti terjadi didunia barat. Kedua, untuk keperluan keterlibatan itu umat harus berjuang penuh dalam sejarah kemanusiaan, yaitu humanisasi (memanusiakan orang), liberasi (membebaskan manusia dari penindasan), dan transendensi (membawa) manusia beriman kepada tuhan).  Ketiga, paradigma Islam akan menggunakan  “methodological abjectivism” artinya, kita sepenuhnya menghormati objek penelitian, menjadikan objek penelitian sebagai subjek yang mandiri : menghargai nilai-nilai yang dianut oleh objek penelitian. Keempat, hanya berupa penegasan bahwa paradigm Islam tidak menolak ilmu secular, tempat kebanyakan ilmuan muslim belajar. Paradigma Islam tidak berniat merobohkan hasil kerja keras kemanusiaan selama berabad-abad itu. Tetapi benar bahwa islam sebagai ilmu akan selalu kritis terhadap semua pengetahuan, secular atau tidak, bahkan kritis kepada diri sendiri.
D.    Paradigma Islam Sebagai Kritik Peradaban Modern
      Menurut Kuntowijoyo paradigma islam dan peradaban modern adalah satu poin yang sangat penting untuk dipahami , dimana tugas utama paradigma islam ialah melawan sekularisme. Sekulerisme mempunyai multi efek, merasuk dalam-dalam ke jiwa peradaban, dan sangat fundamental dalam cara berfikir manusia. Cita-cita renaisans adalah mengembalika lagi kedaulatan manusia, yang selama berabad-abad telah terampas.
        Di sinilah transendensi dapat berperan penting dalam memberikan makna yang akan mengarahkan tujuan hidup manusia. Islam dapat membawakan kepada dunia yang sekarat, bukan karena kurang alat atau teknik, akan tetapi karena kekurangan maksud, motif dan arti dari masyarakat yang ingin merealisir rencana Tuhan. Nilai-nilai transendental ketuhanan inilah yang akan membimbing manusia menuju nilai-nilai luhur kemanusiaan. Transendensi adalah dasar dari humanisasi dan liberasi. Melalui kritik transendensi, masyarakat akan dibebaskan dari kesadaran materialistik di mana posisi ekonomi seseorang menentukan kesadarannya menuju kesadaran transendental. Transendensi akan menjadi tolak ukur kemajuan dan kemunduran manusia
III.             KESIMPULAN
      Islamisasi pengetahuan berusaha supaya umat Islam tidak begitu saja meniru metode-metode dari luar dengan mengembalikan pengetahuan pada pusatnya, yaitu tauhid.  Dari tauhid, akan ada tiga macam kesatuan, yaitu kesatuan pengetahuan, kesatuan kehidupan, dan kesatuan sejarah.
Paradigma Islam adalah hasil keilmuan yakni paradigma baru tentang ilmu-ilmu integralistik, sebagai hasil penyatuan agama dan wahyu dan Islam sebagai ilmu yang merupakan proses sekaligus sebagai hasil. Ada dua metodelogi yang dipakai dalam proses pengilmuan islam, “ yaitu integralisasi dan objektifikasi.
integralisasi ialah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu. Sedangkan objektifikasi ialah menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang .
Kuntowijoyo menjelaskan, bahwa dalam ilmu-ilmu yang terlahir dari akal budi manusia (Ilmu Sekuler) diawali dengan filsafat, antroposentrisme, diferensiasi, hingga menjadi ilmu sekular.




















DAFTAR PUSTAKA
Kuntowijoyo,2006  Islam Sebagai Ilmu. Jakarta: Tiara Wacana. http://indonesiakomplit.wordpress.com/2010/03/19/resensibukuislamsebagaiilmu/di unduh  tanggal 3 oktober. 20:32WIB




























BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Khalwat Elia

Healthy IF adalah sebuah blog personal yang membahas berbagai macam informasi dari berbagai macam dunia kesehatan dari mulai manfaat hingga bahaya yang ditimbulkan dari berbagai macam tumbuhan dan lain sebagainya.

1 comments: Add Comments

Lucky Club Casino Site: Up to £50 Sign Up Bonus!
Lucky Club Casino is the UK's biggest and most exciting online casino and is offering a 카지노사이트luckclub welcome package. The site is powered by Microgaming,