TUGAS
KELOMPOK 7
THORIQOH SUHRAWARDIYAH
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:
Aliran-Aliran Tarekat
Dosen Pengampu: Dr. H. Zumrodi, M.Ag
Disusun oleh :
Lia Muthoharoh
(1430310004)
Siti Maghfiroh (1430310006)
Putri Pamungkas
(1430310007)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / AT
2017
PENDAHULUAN
Sejak awal kemunculannya, tarekat terus mengalami perkembangan dan
penyebarluasan ke berbagai negeri, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya
aliran aliran didalam tarekat. Dalam kitab Dairatul Ma’arif al Islamiyah disebutkan
ada 163 aliran tarekat,yang salah satu diantaranya memiliki 17 cabang. Sementara
syeikh Muhammad Taufiq Al Bakri dalam Kitabnya Baitus Shiddiq,
menyebutkan aliran-aliran tarekat di dunia Islam (yang lama dan yang baru)
kurang lebih sekitar 124 aliran tarekat.
Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh
Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dikelompokkan menjadi mu’tabarah
dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah
aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (bersambung) sampai kepada
Rosululloh. Beliau menerimanya dari malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril
dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43
aliran tarekat. Sedangkan Thariqah Ghairu Mu’tabarah adalah aliran
tarekat yang tidak memiliki kriteria seperti Thariqah Mu’tabarah, dan jumlahnya
adalah sisanya yang ada.
Disini, kami akan menyampaikan
secara lebih detail mengenai salah satu Thariqah yang Mu’tabarah yaitu Thariqah
Suhrawardiyah dimana thoriqoh ini mengajarkan tasawuf secara teoritas kepada murid-muridnya
dan pengamalan tarekat secara praktis, khususnya kepada mereka yang ingin
memasuki jalan thoriqot ini.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Tarekat itu?
2. Siapa pendiri Tarekat Suhrawardiyah?
3. Bagaimana ajaran Tarekat Suhrawardiyah?
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tarekat
Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam tinjauan
etimologi bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-Tharq,
jamaknya al-Thuruq merupakan isim Musytaraq, yang secara
etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.[1]
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang
tarekat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh, tarekat adalah petunjuk dalam
melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan diajarkan
oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai pada
guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Atau suatu cara mengajar dan
mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat
penganut-penganut sufi, untuk memudahkan menerima ajaran dan latihan-latihan
dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan
tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan
untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.[2]
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan
syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap
mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah.[3]
Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai suatu
istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi
“jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut si
pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai
manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah.[4]
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah
melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan
dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri
kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan
sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.
dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun
temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.[5]
Aliran-Aliran Tarekat
Sejak awal kemunculannya, tarekat
terus mengalami perkembangan dan penyebarluasan ke berbagai negeri, sejalan
dengan tumbuh dan berkembangnya aliran aliran didalam tarekat. Dalam kitab
Dairatul Ma’arif al Islamiyah disebutkan ada 163 aliran tarekat,yang salah
satu diantaranya memiliki 17 cabang.
Sementara syeikh Muhammad Taufiq Al
Bakri dalam Kitabnya Baitus Shiddiq, menyebutkan aliran-aliran tarekat
di dunia Islam (yang lama dan yang baru) kurang lebih sekitar 124 aliran
tarekat.
Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh
Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dikelompokkan menjadi mu’tabarah
dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah
aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (bersambung) sampai kepada
Rosululloh. Beliau menerimanya dari malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril
dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43
aliran tarekat. Sedangkan Thariqah Ghairu Mu’tabarah adalah aliran
tarekat yang tidak memiliki kriteria seperti Thariqah Mu’tabarah, dan jumlahnya
adalah sisanya yang ada.[6]
Disini, kami akan menyampaikan secara
lebih detail mengenai salah satu Thariqah yang Mu’tabarah yaitu Thariqah
Suhrawardiyah.
2.
Pendiri
Thariqah Suhrawardiyah.
Suhrawardiyah adalah nama sebuah Thoriqoh yang
dinisbatkan kepada Abu Najib As Suhrawardi (490-563H), dan anak saudaranya, Shibahuddin Abu Hafs
Umar ibn Abdillah Ad Suhrawardi yang lahir di Suhraward pada tahun 539 H/1144 M dan wafat di
Baghdad pada tahun 632 H/1234 M.. Kedua sufi ini dianggap sebagai pendiri Thoriqot
Suhrawardiyah yang berkembang pesat di Persia. keduanya banyak mengajarkan
tasawuf secara teoritas kepada murid-muridnya dan pengamalan tarekat secara
praktis, khususnya kepada mereka yang ingin memasuki jalan thoriqot ini.
Syeikh
Suhrawardi pada mulanya memperoleh bimbingan agama dan thoriqot dari pamannya,
Abu Najib Suhrawardi, pada sebuah rubath yang terletak pada lokasi terpencil di
pinggir sungai Tigris. Setelah itu, ia pergi ke Bashrah dan Baghdad, untuk
menimba berbagai pengetahuan dari sejumlah syaikh, diantaranya dengan Syeih
Andul Qodir Jailani, Syaikh Abu Muhammad bin Abdillah, dan syaikh Abul Qashim
bin Fadlan. Setelah bertekun sedemikian rupa, baik untuk pemantapan pemahaman
maupun untuk pemantapan pengamalan ajaran ajaran thoriqoh yang ia terima, ia
pun tampil sebagai seorang syaikh terkemuka, yang siap memberikan bimbingan
maupun latihan-latihan kepada orang-orang yang cenderung menempuh jalan
thoriqoh dan tasawuf.
Thoriqoh
Suhrawardiyah berkembang disamping karena popularitas dan kegigihan kedua tokohnya diatas, juga karena dukungan
dari penguasa. Dukungan itu datang dari kholifah An-Nasir. Ia dan khalifah
An-Nasir berhasil menjalin hubungan baik dan kerjasama yang saling
menguntungkan. Kholifah An-Nasir yang sangat memimpikan bangkitnya kehidupan
ruhaniah yang lebih baik diseluruh dunia Islam dan terciptanya persatuan dan
hubungan baik diantara penguasa-penguasa muslim, demi menghadapi serangan
tentara Mongol, berusaha mendekati Syaikh ini agar mau menjadi duta khalifah
kepada sejumlah penguasa muslim , dan membangkitkan semangat futuwwah, gagah
berani melaksanakan perjuangan, tulus ikhlas, lebih mendahulukan kepentingan
oraang daripada kepentingannya sendiri, tidak sombong dan sebagainya dikalangan
umat. Lalu, Saikh Suhrawardi pun bersedia memainkan peranan tersebut.
3.
Ajaran Tarekat Suhrawardiyah
Tarekat
Suhrawardiyah memiliki ajaran tentang Al-Mahwu yang bararti menghapus
wujud seorang hamba. Al Mahwu mendekati makna Al Ghaibah dan
As-Sukr. Jika seseorang dikuasai Al Mahwu, ia tidak mempunyai ilmu,
akal, pemahaman, dan perasaan. Lawan kata Al- Mahwu adalah Al-Itsbat
yang berarti memantapkan serta mengonfirmasikan (sesudah Al-Mahwu) wujud
seorang hamba. Dalam Awarif Al-Muarif dijelaskan, bahwa Al-Mahwu
dan Itsbat berkaitan dengan kehendak Yang Maha Abadi.
Ada tiga peringkat
Al-Mahwu, yaitu:
ü Peringkat terendah, yaitu mahwu
sifat-sifat tercela dan berbagai perbuatan maksiat.
ü Peringkat menengah, yaitu mahwu sifat-sifat
terpuju dan tercela.
ü Peringkat tertinggi yaitu mahwu dzat.
Tarekat
Suhrawardiyah juga mengajarkan tentang dzikir, muroqobah, tauhid dan daur (tarian
berputar).
Wirid-Wiridnya
Berbagai
wirid yang harus diulang-ulang adalah:
a) La ilaha
illa Allah (Tidak
ada Tuhan selain Allah).
b) Ya Allah ( Wahai Allah)
c) Ya, Hu (Wahai, Dia)
d) Ya, Haqq (Wahai, Yang Maha Benar)
e) Ya, Haqy (Wahai, Yang maha Hidup)
f) Ya, Qayyum (Wahai, Yang Maha Berdiri Sendiri)
g) Ya, Qahhar (Wahai, Yang Maha Memaksa)
Nama-nama ilahi ini mengacu pada tujuh
lapis langit (sab’ah samawat) dan cahaya-cahaya ilahi (anwar ilahi).[7]
Ajaran-ajaran Thoriqoh Suhrowardiyah
banyak dituangkan dalam Kitab Awariful Maarif, karya Abu Hafs Umar As
Suhrowardi. Kitab ini sering dipandang oleh berbagai kalangan sebagai kitab
klasik dalam disiplin tarekat yang benyak memiliki kandungan ensiklopedi dan
sering dijadikan rujukan oleh para sufi sesudahnya. Ruang lingkup Kitab
Awariful Maarif lebih komprehensif dan lebih detail daripada kitab Risalat
Kitab Al Qusyairiyyah, karena kitab Awariful Ma’arif merupakan ringkasan
tentang prinsip adab dalam Tasawuf.[8]
Maka dapat dirangkum bahwa ajaran dan ritual Tarekat
Suhrawardiyah itu terdiri dari :
1.
Ma’rifah, yaitu mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk
terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak,
seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibah. Karena itu ma’rifah
adalah menaruh kebenaran kepada perbuatan Allah yang diawali dengan amalan-amalan,
kemudian meningkat kepada Ahwal, selanjutnya menjadi mahabbah kepada Allah
dalam pengabdian dan sujud dihadapan Allah.
Ma’rifah ini
terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
a. Setiap akibat yang timbul adalah berasal dari Pelaku Mutlak (Allah);
b. Setiap akibat yang berasal dari Pelaku Mutlak adalah hasil dari sifat tertentu yang dimiliki Allah;
c. Dalam keangungan setiap sifat Allah, diketahui maksud dan tujuan Allah;
d. Sifat Ilmu Allah, diketahui dalam ma’rifah-Nya sendiri.
a. Setiap akibat yang timbul adalah berasal dari Pelaku Mutlak (Allah);
b. Setiap akibat yang berasal dari Pelaku Mutlak adalah hasil dari sifat tertentu yang dimiliki Allah;
c. Dalam keangungan setiap sifat Allah, diketahui maksud dan tujuan Allah;
d. Sifat Ilmu Allah, diketahui dalam ma’rifah-Nya sendiri.
2.
Faqr, yaitu tidak memiliki harta, seorang penempuh jalan hakikat tidak
akan sampai ke tujuan, kecuali jila ia sudah melewati tahap ke-zuhud-an.
Seseorang yang menginginkan dunia, meski tak memiliki harta, makna Faqr
hanyalah sekedar angan-angan belaka.
Sebab Faqr bermakna tidak mengumpulkan harta, meski sangat menginginkannya; kebiasaannya tidak memiliki harta, meski bersikap zuhud; kebenarannya adalah kemustahilan memiliki harta. Seorang pemilik hakikat melihat segala sesuatu dengan sarananya dalam kekuasaan Allah, oleh sebab itu ia memandang menyerahkan harta kepada orang lain dibolehkan. Faqr dalam diri manusia pemilik hakikat adalah sebuah sifat alami, baik memiliki atau tidak memiliki harta, sifat alami itu tidak akan berubah.
Sebab Faqr bermakna tidak mengumpulkan harta, meski sangat menginginkannya; kebiasaannya tidak memiliki harta, meski bersikap zuhud; kebenarannya adalah kemustahilan memiliki harta. Seorang pemilik hakikat melihat segala sesuatu dengan sarananya dalam kekuasaan Allah, oleh sebab itu ia memandang menyerahkan harta kepada orang lain dibolehkan. Faqr dalam diri manusia pemilik hakikat adalah sebuah sifat alami, baik memiliki atau tidak memiliki harta, sifat alami itu tidak akan berubah.
Dalam hal
ini ada beberapa golongan Faqr, yaitu :
a. Mereka yang memandang dunia dan harta bukan sebagai kekayaan, jika mereka memiliki harta, mereka akan memberikannya kepada orang lain, sebab mereka tidak menginginkannya dalam kehidupan dunia ini, tetapi di akhirat nanti;
b. Mereka yang tidak memperhitungkan amal-amal dan ibadahnya, meski semua itu bersumber dari dirinya dan tidak mengharapkan ganjaran apa pun;
c. Mereka yang dengan kedua sifat ini tidak memandang hal dan maqamnya, semua itu mereka pandang sebagai anugeral Allah;
d. Mereka yang tidak menganggap zat dan eksistensi mereka sendiri sebagai milik mereka. Zat, kualitas, Hal, maqam dan amal mereka tidaklah ada dan bukan apa-apa serta tidak meninggalkan apa-apa di dunia dan di akhirat.
a. Mereka yang memandang dunia dan harta bukan sebagai kekayaan, jika mereka memiliki harta, mereka akan memberikannya kepada orang lain, sebab mereka tidak menginginkannya dalam kehidupan dunia ini, tetapi di akhirat nanti;
b. Mereka yang tidak memperhitungkan amal-amal dan ibadahnya, meski semua itu bersumber dari dirinya dan tidak mengharapkan ganjaran apa pun;
c. Mereka yang dengan kedua sifat ini tidak memandang hal dan maqamnya, semua itu mereka pandang sebagai anugeral Allah;
d. Mereka yang tidak menganggap zat dan eksistensi mereka sendiri sebagai milik mereka. Zat, kualitas, Hal, maqam dan amal mereka tidaklah ada dan bukan apa-apa serta tidak meninggalkan apa-apa di dunia dan di akhirat.
3.
Tawakkul, yaitu mempercayakan segala urusan kepada Pelaku Mutlak (Allah),
mempercayakan jaminan rezki kepada-Nya. Tahan ini terletak sesudah raja’
(harapan), sebab yang pertama akan memahami rahmat-Nya. Tawakkul adalah hasil
dari kebenaran keimanan melalui pertimbangan yang baik dan takdir. Tawakkul ini
terbagi kepada dua, pertama Tawakkul al-inayah, artinya tawakal dalam anugerah
Allah, keduatawakkul al-kifayah, artinya tawakal dalam keindahan dan kehendak
Allah, bukan tawakal dalam kecukupan.
4. Mahabbah, artinya Cinta kepada Allah, ini merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, seperti taubat adalah dasar bagi kemuliaan maqam. Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
4. Mahabbah, artinya Cinta kepada Allah, ini merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, seperti taubat adalah dasar bagi kemuliaan maqam. Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
Ada dua
jenis mahabbah :
1). Mahabbah ‘am, yaitu mahabbah yang memiliki sifat :
a. kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan sifat-sifat;
b. Sebuah bulan muncul karena memandang sifat-sifat keindahan;
c. Seberkas cahaya yang mengisi wujud;
d. Sebuah tanda yang berkata “aku meniru apa yang murni dan mengucapkan selamat tinggal pada apa yang sangat gamblang”;
e. Anggur terbaik, tersegel dan terperam oleh waktu;
f. Sejenis anggur yang murni dan tidak murni, jernih dan kotor, ringan dan berat.
1). Mahabbah ‘am, yaitu mahabbah yang memiliki sifat :
a. kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan sifat-sifat;
b. Sebuah bulan muncul karena memandang sifat-sifat keindahan;
c. Seberkas cahaya yang mengisi wujud;
d. Sebuah tanda yang berkata “aku meniru apa yang murni dan mengucapkan selamat tinggal pada apa yang sangat gamblang”;
e. Anggur terbaik, tersegel dan terperam oleh waktu;
f. Sejenis anggur yang murni dan tidak murni, jernih dan kotor, ringan dan berat.
2). Mahabbah Khas, memiliki sifat :
a. Kecenderungan jiwa untuk menyaksikan keindahan zat;
b. Bagaikan matahari, yang terbit dari horizon zat;
c. Api yang memurnikan wujud;
d. Sebuah tanda yang berkata “jangan hidup dan jangan terbakar”;
e. Benar-benar sumber murni;
f. Sejenis anggur kemurnian dalam kemurnian, kejernihan dalam kejernihan dan kekeringan dalam kekeringan.
a. Kecenderungan jiwa untuk menyaksikan keindahan zat;
b. Bagaikan matahari, yang terbit dari horizon zat;
c. Api yang memurnikan wujud;
d. Sebuah tanda yang berkata “jangan hidup dan jangan terbakar”;
e. Benar-benar sumber murni;
f. Sejenis anggur kemurnian dalam kemurnian, kejernihan dalam kejernihan dan kekeringan dalam kekeringan.
5. Fana’ dan Baqa’, Fana’ artinya
akhir daei perjalanan menuju Allah, sementara Baqa’ artinya awal dari
perjalanan dalam Allah. Perjalan menuju Allah berakhir ketika dengan ketulusan.
Perjalanan di dalam Allah bisa diuji ketika, sesudah fana’ mutlak.
Ada yang mengatakan fana’ berarti :
a. Fana’ dalam berbagai perbedaan;
b. Menurunnya keinginan akan segala kesenangan duniawi;
c. Menurunnya keinginan akan segala kesenangan akan dunia dan akhirat nanti;
d. Menurunnya kadar sifat-sifat tercela;
e. Tersembunyinya segala sesuatu.
Ada yang mengatakan fana’ berarti :
a. Fana’ dalam berbagai perbedaan;
b. Menurunnya keinginan akan segala kesenangan duniawi;
c. Menurunnya keinginan akan segala kesenangan akan dunia dan akhirat nanti;
d. Menurunnya kadar sifat-sifat tercela;
e. Tersembunyinya segala sesuatu.
Sementara Baqa’ berarti :
1. Baqa’ dalam keselarasan;
2. Baqa’ dalam kesenanagan kehidupan di akhirat kelak;
3. Baqa’ dalam kesenangan di dalam Allah;
4. Baqa’ dalam sifat-sifat terpuji;
5. Kehadiran Allah. Fana terbagi pula kepada dua, yaitu Fana’ lahiriyah (fana dalam bebrbagai perbuatan dan keangungan berbagai perbuatan Ilahi) dan Fana bathiniyah (Fana dalam sifat dan zat)[9]
1. Baqa’ dalam keselarasan;
2. Baqa’ dalam kesenanagan kehidupan di akhirat kelak;
3. Baqa’ dalam kesenangan di dalam Allah;
4. Baqa’ dalam sifat-sifat terpuji;
5. Kehadiran Allah. Fana terbagi pula kepada dua, yaitu Fana’ lahiriyah (fana dalam bebrbagai perbuatan dan keangungan berbagai perbuatan Ilahi) dan Fana bathiniyah (Fana dalam sifat dan zat)[9]
Pokok- Pokok Pandangan Thoriqoh Suhrawardiyah
1. Seorang sufi ialah orang yang senantiasa
menyucikan waktu-waktunya dari berbagai macam kekejian atau kekotoran serta
menyucikan hati dari berbagai polusi jiwa dengan membiasakan istighfar kepada
Allah SWT. Dengan membiasakan Istighfar, maka hati manusia akan bersih dari
kotoran-kotoran yang menempelinya.
2. Para sufi muqorrib yakni orang yang
mendekatkan diri kepada Allah.Dalam Thoriqot Suhrowardiyah sebutan ini dirasa
paling sesuai, karena kaum sufi adalah orang yang selalu berupaya untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3. Ilmu sufi adalah ilmu keadaanbatau ilmu
akhwal yakni ilmu yang memancar pada perbuatan, tingkah laku, akhlak (etika)
yakin, iman, dan ikhlas.
4. Para sufi adalah orang yang senantiasa
melakuakan penyucian diri akan menumbuhkan saling mencintai antara Tuhan dengan
hamba-hamba-Nya.
Tarekat Suhrawardiyah memiliki pandangan tersendiri tentang adab atau
kode etik para pengikut tarekat, kedudukan syaikh, tentang kebiasaan para
penghuni pondok sufi (khanaqah), aturan perjalanan (safar), sama’
(mendengarkan) lagu kerohaniaan, tarian sufi, khigah dan khalwat.
Syaikh, dalam pandangan Tarekat
Suhrawardiyah dianggap sebagai wakil nabi.Tidak ada lagi kedudukan yang lebih
tinggi dari kedudukan wakil Nabi Muhammad SAW menuju Allah SWT. Ia
mendefinisikan syaikh sebagai seorang pemimpin yang kedudukannya dikalangan
sufi sangat tinggi dan luhur.
Tugas dari seorang syaikh adala
membersihkan hati para murid agar:
1. Cahaya kesatuan, keagungan, dan keabadian
tercermin dalam hati.
2. Kecintaan ilahi bersemayam didalam hati.
Khanaqah adalah pondokan yang dihuni para
sufi. Ada tiga golongan para penghuni khanaqah :
1. Orang-orang yang berkhidmat (ahlil
khidmah)
2. Orang-orang yang bergaul dengan
masyarakat (ahlus subhah)
3. Orang-orang yang melakukan khalwat (ahlul
khalwah)
Secara lahir maupun bathin, para penghuni
khanaqah mesti saling menghormati, saling memelihara kerukunan, dan saling
menerapkan sikap ikhlas. Jika timbul kepura-puraan dan kepalsuan satu sama lain
dalam hati mereka, maka mereka harus saling menghilangkannya, karena mereka
tidak boleh menempuh kehidupan dalam kemunafikan. Pergaulan yang dilandasi
kemunaafikan, bukan ketulusan, tidak akan menghasilkan apapun. Jika secara
lahiriyah mereka menampakkan perdamaian, padahal dalam hati bersemayam
kebencian antara satu sama lain, maka pergaulan mereka akan hancur berantakan.
Jika muncul tindak penghianatan, maka mereka tidak boleh terus mengulanginya,
tetapi harus segera memperbaiki dengan meminta maaf.
Safar/Perjalanan
Safar
berarti perjalanan yang dilakukan kaum sufi dari satu daerah ke daerah lain.
Perjalanan (safar) sangat bermanfaat dalam menundukkan hawa nafsu yang
membandel dan melembutkan hati yang keras. Berada ddisebuah negeri asing,
terpisah dari sahabat dan keluarga, dan latihan bersabar dalam menghadapi
musibah dan cobaan, sesungguhnya bisa melumpuhkan dan menghentikan keinginan
hawa nafsu, serta melembutkan hari yang keras. Dalam menundukkan hawa nafsu,
pengaruh safar tak kalah pentingnya dibandingkan dengan pengaruh shalat sunnah,
puasa, dan do’a.
Dalam
aturan Tarekat Suhrawardiyah, kaum sufi yang melakukan safar mestilah
memperhatikan dn mengamalkan 12 aturan
1. Mengukuhkan niat dan menjunjung nilai
luhur.
2. Melakukan safar bersama sahabat
3. Sekelompok orang yang melakukan safar
bersama-sama harus menunjuk seorang pemimpin (amir) agar semua orang didalam
kelompok itu mematuhinya.
4. Berpamitan dan mengucapkan selamat
tinggal terhadap saudara-saudaranya yang masih tinggal di khanaqah.
5. Mengucapkan selamat tinggal pada
tempat-tempat singgahan, ketika akan meninggalkannya.
6. Ketika seseorang yang melakukan safar
akan menunggangi kuda, unta, tandu, atau kapal. Ia mesti berdo’a: “Segala puji
bagi Allah yang menaklukan kuda ini bagi kami. Dengan nama Allah. Allah Maha
Besar. Aku bertawakkal kepada Allah. Tiada Tuhan dan perintah kecuali bersama
Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Engkaulah penunggang segenap punggung dan
penolong segala urusan”.
7. Dari tempat itu, ia harus memulai
perjalanan pagi-pagi sekali pada hari Kamis.
8. Disaat mendekati tempat tujuan, ia harus
mengucapkan : “Wahai, Tuhan Langit dan segala sesuatu yang bertambah, Tuhan
bumi dan segala sesuatu yang berkurang. Penguasa atas setan dan mereka yang
tersisa, Tuhan angin dan segala sesuatu yang berhembus, Tuhan air dan segala
sesuatu yang mengalir!Ya Allah aku berdoa untuk kebaikan tempat ini dan para
penghuninya. KepadaMu aku berlindung dari kejahatan tempat ini dan para
penghuninya.
9. Mengucapkan salam ketempat yang dituju.
ketika sampai ia melakukan shalat dua rekaat.
10. Menyiapkan segala perlengkapan safar,
seperti tongkat, wadah air dan ikat pinggang.
11. Ketika sudah tiba disebuah kota atau
tempat yang dituju, ia harus mengucapkan salam kepada seluruh penghuni tempat
itu.
12. Sebelum memasuki tempat itu, sebaiknya
mandi terlebih dahulu, jika memungkinkan.[10]
KESIMPULAN
Harun Nasution mendefinisikan
tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan
untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Dari sekian banyak aliran
tersebut, oleh Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah
dikelompokkan menjadi mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah . Yang
dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang
muttasil (bersambung) sampai kepada Rosululloh. Beliau menerimanya dari
malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti
dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43 aliran tarekat. Sedangkan Thariqah
Ghairu Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang tidak memiliki kriteria
seperti Thariqah Mu’tabarah.
Suhrawardiyah adalah nama sebuah Thoriqoh yang
dinisbatkan kepada Abu Najib As Suhrawardi dan anak saudaranya, Shibahuddin Abu
Hafs Umar ibn Abdillah Ad Suhrawardi. Thoriqoh ini mengajarkan tasawuf secara teoritas
kepada murid-muridnya dan pengamalan tarekat secara praktis, khususnya kepada
mereka yang ingin memasuki jalan thoriqot ini. Thoriqoh Suhrawardiyah juga
mengajarkan tentang dzikir, muroqobah, tauhid dan daur,
Thoriqoh
Suhrawardiyah memiliki ajaran tentang Al-Mahwu yang bararti menghapus
wujud seorang hamba.
Ada tiga peringkat
Al-Mahwu, yaitu:
ü Peringkat terendah, yaitu mahwu
sifat-sifat tercela dan berbagai perbuatan maksiat.
ü Peringkat menengah, yaitu mahwu sifat-sifat
terpuju dan tercela.
ü Peringkat tertinggi yaitu mahwu dzat.
DAFTAR PUSTAKA
Ris’an
Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
A. Bachrun
Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010
Zamakhsyari
Dhofier, Tradsis Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011.
Samsul Munir
Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03,
[1]. KH.A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf ,Surabaya
: Imtiyaz, cet Ke II, 2014.
http://al-asfa.blogspot.co.id/2015/08/tarikat-suhrawardiyah-dan-ajarannya.html
[3]
A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat
Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, Hal. 233
[4]
Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren,
Jakarta: LP3ES, 2011, Hal. 212
[6].
KH.A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf ,Surabaya :
Imtiyaz, cet Ke II, Hal 51-52
[7]
Ibid Hal 299-300
[8]
Ibid Hal 291-292
[9]
http://al-asfa.blogspot.co.id/2015/08/tarikat-suhrawardiyah-dan-ajarannya.html
diakses pada hari Rabu 29 November 2017 pukul 21.39 WIB
[10] Ibid hal 294-296.