TAREKAT SUHROWARDIYAH

TUGAS KELOMPOK 7
THORIQOH SUHRAWARDIYAH

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Aliran-Aliran Tarekat
Dosen Pengampu: Dr. H. Zumrodi, M.Ag

logo STAIN bening.jpg


Disusun oleh :

Lia Muthoharoh  (1430310004)
Siti Maghfiroh     (1430310006)
Putri Pamungkas  (1430310007)


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN USHULUDDIN / AT
2017
PENDAHULUAN

Sejak awal kemunculannya, tarekat terus mengalami perkembangan dan penyebarluasan ke berbagai negeri, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya aliran aliran didalam tarekat. Dalam kitab Dairatul Ma’arif al Islamiyah disebutkan ada 163 aliran tarekat,yang salah satu diantaranya memiliki 17 cabang. Sementara syeikh Muhammad Taufiq Al Bakri dalam Kitabnya Baitus Shiddiq, menyebutkan aliran-aliran tarekat di dunia Islam (yang lama dan yang baru) kurang lebih sekitar 124 aliran tarekat.
        Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dikelompokkan menjadi mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (bersambung) sampai kepada Rosululloh. Beliau menerimanya dari malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43 aliran tarekat. Sedangkan Thariqah Ghairu Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang tidak memiliki kriteria seperti Thariqah Mu’tabarah, dan jumlahnya adalah sisanya yang ada.
Disini, kami akan menyampaikan secara lebih detail mengenai salah satu Thariqah yang Mu’tabarah yaitu Thariqah Suhrawardiyah dimana thoriqoh ini mengajarkan tasawuf secara teoritas kepada murid-muridnya dan pengamalan tarekat secara praktis, khususnya kepada mereka yang ingin memasuki jalan thoriqot ini.

RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Tarekat itu?
2.      Siapa pendiri Tarekat Suhrawardiyah?
3.      Bagaimana ajaran Tarekat Suhrawardiyah?








PEMBAHASAN
1.    Pengertian Tarekat
Ada beberapa definisi terkait masalah tarekat, yang pertama dalam tinjauan etimologi bahwa tarekat yang berasal dari bahasa arab yaitu al-Tharq, jamaknya al-Thuruq merupakan isim Musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode.[1]
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang tarekat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh, tarekat adalah petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan diajarkan oleh rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai pada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Atau suatu cara mengajar dan mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat penganut-penganut sufi, untuk memudahkan menerima ajaran dan latihan-latihan dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah.[2]
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisakan tarekat sebagai pengamalan syari’at dan (dengan tekun) melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah.[3]
Zamakhsyari dhofier memberikan definisi terhadap tarekat sebagai suatu istilah generic, perkataan tarekat berarti “jalan” atau lebih lengkap lagi “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan tarekat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah.[4]
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tarekat adalah melakukan pengamalan yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam ber-tarekat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan tarekat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.[5]

 Aliran-Aliran Tarekat
          Sejak awal kemunculannya, tarekat terus mengalami perkembangan dan penyebarluasan ke berbagai negeri, sejalan dengan tumbuh dan berkembangnya aliran aliran didalam tarekat. Dalam kitab Dairatul Ma’arif al Islamiyah disebutkan ada 163 aliran tarekat,yang salah satu diantaranya memiliki 17 cabang.
        Sementara syeikh Muhammad Taufiq Al Bakri dalam Kitabnya Baitus Shiddiq, menyebutkan aliran-aliran tarekat di dunia Islam (yang lama dan yang baru) kurang lebih sekitar 124 aliran tarekat.
        Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dikelompokkan menjadi mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (bersambung) sampai kepada Rosululloh. Beliau menerimanya dari malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43 aliran tarekat. Sedangkan Thariqah Ghairu Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang tidak memiliki kriteria seperti Thariqah Mu’tabarah, dan jumlahnya adalah sisanya yang ada.[6]
        Disini, kami akan menyampaikan secara lebih detail mengenai salah satu Thariqah yang Mu’tabarah yaitu Thariqah Suhrawardiyah.

2.      Pendiri Thariqah Suhrawardiyah.
Suhrawardiyah adalah nama sebuah Thoriqoh yang dinisbatkan kepada Abu Najib As Suhrawardi (490-563H), dan anak saudaranya, Shibahuddin Abu Hafs Umar ibn Abdillah Ad Suhrawardi yang lahir di Suhraward pada tahun 539 H/1144 M dan wafat di Baghdad pada tahun 632 H/1234 M.. Kedua sufi ini dianggap sebagai pendiri Thoriqot Suhrawardiyah yang berkembang pesat di Persia. keduanya banyak mengajarkan tasawuf secara teoritas kepada murid-muridnya dan pengamalan tarekat secara praktis, khususnya kepada mereka yang ingin memasuki jalan thoriqot ini.
Syeikh Suhrawardi pada mulanya memperoleh bimbingan agama dan thoriqot dari pamannya, Abu Najib Suhrawardi, pada sebuah rubath yang terletak pada lokasi terpencil di pinggir sungai Tigris. Setelah itu, ia pergi ke Bashrah dan Baghdad, untuk menimba berbagai pengetahuan dari sejumlah syaikh, diantaranya dengan Syeih Andul Qodir Jailani, Syaikh Abu Muhammad bin Abdillah, dan syaikh Abul Qashim bin Fadlan. Setelah bertekun sedemikian rupa, baik untuk pemantapan pemahaman maupun untuk pemantapan pengamalan ajaran ajaran thoriqoh yang ia terima, ia pun tampil sebagai seorang syaikh terkemuka, yang siap memberikan bimbingan maupun latihan-latihan kepada orang-orang yang cenderung menempuh jalan thoriqoh dan tasawuf.
Thoriqoh Suhrawardiyah berkembang disamping karena popularitas dan kegigihan  kedua tokohnya diatas, juga karena dukungan dari penguasa. Dukungan itu datang dari kholifah An-Nasir. Ia dan khalifah An-Nasir berhasil menjalin hubungan baik dan kerjasama yang saling menguntungkan. Kholifah An-Nasir yang sangat memimpikan bangkitnya kehidupan ruhaniah yang lebih baik diseluruh dunia Islam dan terciptanya persatuan dan hubungan baik diantara penguasa-penguasa muslim, demi menghadapi serangan tentara Mongol, berusaha mendekati Syaikh ini agar mau menjadi duta khalifah kepada sejumlah penguasa muslim , dan membangkitkan semangat futuwwah, gagah berani melaksanakan perjuangan, tulus ikhlas, lebih mendahulukan kepentingan oraang daripada kepentingannya sendiri, tidak sombong dan sebagainya dikalangan umat. Lalu, Saikh Suhrawardi pun bersedia memainkan peranan tersebut.

3.      Ajaran Tarekat Suhrawardiyah
Tarekat Suhrawardiyah memiliki ajaran tentang Al-Mahwu yang bararti menghapus wujud seorang hamba. Al Mahwu mendekati makna Al Ghaibah dan As-Sukr. Jika seseorang dikuasai Al Mahwu, ia tidak mempunyai ilmu, akal, pemahaman, dan perasaan. Lawan kata Al- Mahwu adalah Al-Itsbat yang berarti memantapkan serta mengonfirmasikan (sesudah Al-Mahwu) wujud seorang hamba. Dalam Awarif Al-Muarif dijelaskan, bahwa Al-Mahwu dan Itsbat berkaitan dengan kehendak Yang Maha Abadi.
                             Ada tiga peringkat Al-Mahwu, yaitu:
ü  Peringkat terendah, yaitu mahwu sifat-sifat tercela dan berbagai perbuatan maksiat.
ü  Peringkat menengah, yaitu mahwu sifat-sifat terpuju dan tercela.
ü  Peringkat tertinggi yaitu mahwu dzat.
Tarekat Suhrawardiyah juga mengajarkan tentang dzikir, muroqobah, tauhid dan daur (tarian berputar).


Wirid-Wiridnya
Berbagai wirid yang harus diulang-ulang adalah:
a)      La ilaha illa Allah (Tidak ada Tuhan selain Allah).
b)      Ya Allah ( Wahai Allah)
c)      Ya, Hu (Wahai, Dia)
d)     Ya, Haqq (Wahai, Yang Maha Benar)
e)      Ya, Haqy (Wahai, Yang maha Hidup)
f)       Ya, Qayyum (Wahai, Yang Maha Berdiri Sendiri)
g)      Ya, Qahhar (Wahai, Yang Maha Memaksa)
Nama-nama ilahi ini mengacu pada tujuh lapis langit (sab’ah samawat) dan cahaya-cahaya ilahi (anwar ilahi).[7]
Ajaran-ajaran Thoriqoh Suhrowardiyah banyak dituangkan dalam Kitab Awariful Maarif, karya Abu Hafs Umar As Suhrowardi. Kitab ini sering dipandang oleh berbagai kalangan sebagai kitab klasik dalam disiplin tarekat yang benyak memiliki kandungan ensiklopedi dan sering dijadikan rujukan oleh para sufi sesudahnya. Ruang lingkup Kitab Awariful Maarif lebih komprehensif dan lebih detail daripada kitab Risalat Kitab Al Qusyairiyyah, karena kitab Awariful Ma’arif merupakan ringkasan tentang prinsip adab dalam Tasawuf.[8]
               Maka dapat dirangkum bahwa ajaran dan ritual Tarekat Suhrawardiyah itu terdiri dari :
1.    Ma’rifah, yaitu mengenal Allah melalui sifat-sifat Allah dalam bentuk terinci dengan memahami bahwa Allah saja-lah Wujud Hakiki dan Pelaku Mutlak, seperti memahami wujud Allah melalui kejadian dan musibah. Karena itu ma’rifah adalah menaruh kebenaran kepada perbuatan Allah yang diawali dengan amalan-amalan, kemudian meningkat kepada Ahwal, selanjutnya menjadi mahabbah kepada Allah dalam pengabdian dan sujud dihadapan Allah.
Ma’rifah ini terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
a.    Setiap akibat yang timbul adalah berasal dari Pelaku Mutlak (Allah);
b.    Setiap akibat yang berasal dari Pelaku Mutlak adalah hasil dari sifat tertentu yang dimiliki Allah;
c.    Dalam keangungan setiap sifat Allah, diketahui maksud dan tujuan Allah;
d.    Sifat Ilmu Allah, diketahui dalam ma’rifah-Nya sendiri.
2.    Faqr, yaitu tidak memiliki harta, seorang penempuh jalan hakikat tidak akan sampai ke tujuan, kecuali jila ia sudah melewati tahap ke-zuhud-an. Seseorang yang menginginkan dunia, meski tak memiliki harta, makna Faqr hanyalah sekedar angan-angan belaka.
Sebab Faqr bermakna tidak mengumpulkan harta, meski sangat menginginkannya; kebiasaannya tidak memiliki harta, meski bersikap zuhud; kebenarannya adalah kemustahilan memiliki harta. Seorang pemilik hakikat melihat segala sesuatu dengan sarananya dalam kekuasaan Allah, oleh sebab itu ia memandang menyerahkan harta kepada orang lain dibolehkan. Faqr dalam diri manusia pemilik hakikat adalah sebuah sifat alami, baik memiliki atau tidak memiliki harta, sifat alami itu tidak akan berubah.
Dalam hal ini ada beberapa golongan Faqr, yaitu :
a.    Mereka yang memandang dunia dan harta bukan sebagai kekayaan, jika mereka memiliki harta, mereka akan memberikannya kepada orang lain, sebab mereka tidak menginginkannya dalam kehidupan dunia ini, tetapi di akhirat nanti;
b.    Mereka yang tidak memperhitungkan amal-amal dan ibadahnya, meski semua itu bersumber dari dirinya dan tidak mengharapkan ganjaran apa pun;
c.    Mereka yang dengan kedua sifat ini tidak memandang hal dan maqamnya, semua itu mereka pandang sebagai anugeral Allah;
d.    Mereka yang tidak menganggap zat dan eksistensi mereka sendiri sebagai milik mereka. Zat, kualitas, Hal, maqam dan amal mereka tidaklah ada dan bukan apa-apa serta tidak meninggalkan apa-apa di dunia dan di akhirat.
3.    Tawakkul, yaitu mempercayakan segala urusan kepada Pelaku Mutlak (Allah), mempercayakan jaminan rezki kepada-Nya. Tahan ini terletak sesudah raja’ (harapan), sebab yang pertama akan memahami rahmat-Nya. Tawakkul adalah hasil dari kebenaran keimanan melalui pertimbangan yang baik dan takdir. Tawakkul ini terbagi kepada dua, pertama Tawakkul al-inayah, artinya tawakal dalam anugerah Allah, keduatawakkul al-kifayah, artinya tawakal dalam keindahan dan kehendak Allah, bukan tawakal dalam kecukupan.
4.    Mahabbah, artinya Cinta kepada Allah, ini merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, seperti taubat adalah dasar bagi kemuliaan maqam. Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan.
Ada dua jenis mahabbah :
1). Mahabbah ‘am, yaitu mahabbah yang memiliki sifat :
a.    kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan sifat-sifat;
b.    Sebuah bulan muncul karena memandang sifat-sifat keindahan;
c.    Seberkas cahaya yang mengisi wujud;
d.    Sebuah tanda yang berkata “aku meniru apa yang murni dan mengucapkan selamat tinggal pada apa yang sangat gamblang”;
e.    Anggur terbaik, tersegel dan terperam oleh waktu;
f.    Sejenis anggur yang murni dan tidak murni, jernih dan kotor, ringan dan berat.
2). Mahabbah Khas, memiliki sifat :
a.    Kecenderungan jiwa untuk menyaksikan keindahan zat;
b.    Bagaikan matahari, yang terbit dari horizon zat;
c.    Api yang memurnikan wujud;
d.    Sebuah tanda yang berkata “jangan hidup dan jangan terbakar”;
e.    Benar-benar sumber murni;
f.    Sejenis anggur kemurnian dalam kemurnian, kejernihan dalam kejernihan dan kekeringan dalam kekeringan.
5.    Fana’ dan Baqa’, Fana’ artinya akhir daei perjalanan menuju Allah, sementara Baqa’ artinya awal dari perjalanan dalam Allah. Perjalan menuju Allah berakhir ketika dengan ketulusan. Perjalanan di dalam Allah bisa diuji ketika, sesudah fana’ mutlak.
Ada yang mengatakan fana’ berarti :
a.    Fana’ dalam berbagai perbedaan;
b.    Menurunnya keinginan akan segala kesenangan duniawi;
c.    Menurunnya keinginan akan segala kesenangan akan dunia dan akhirat nanti;
d.    Menurunnya kadar sifat-sifat tercela;
e.    Tersembunyinya segala sesuatu.
Sementara Baqa’ berarti :
1.    Baqa’ dalam keselarasan;
2.    Baqa’ dalam kesenanagan kehidupan di akhirat kelak;
3.    Baqa’ dalam kesenangan di dalam Allah;
4.    Baqa’ dalam sifat-sifat terpuji;
5.    Kehadiran Allah. Fana terbagi pula kepada dua, yaitu Fana’ lahiriyah (fana dalam bebrbagai perbuatan dan keangungan berbagai perbuatan Ilahi) dan Fana bathiniyah (Fana dalam sifat dan zat)[9]
Pokok- Pokok Pandangan Thoriqoh Suhrawardiyah
1.      Seorang sufi ialah orang yang senantiasa menyucikan waktu-waktunya dari berbagai macam kekejian atau kekotoran serta menyucikan hati dari berbagai polusi jiwa dengan membiasakan istighfar kepada Allah SWT. Dengan membiasakan Istighfar, maka hati manusia akan bersih dari kotoran-kotoran yang menempelinya.
2.      Para sufi muqorrib yakni orang yang mendekatkan diri kepada Allah.Dalam Thoriqot Suhrowardiyah sebutan ini dirasa paling sesuai, karena kaum sufi adalah orang yang selalu berupaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
3.      Ilmu sufi adalah ilmu keadaanbatau ilmu akhwal yakni ilmu yang memancar pada perbuatan, tingkah laku, akhlak (etika) yakin, iman, dan ikhlas.
4.      Para sufi adalah orang yang senantiasa melakuakan penyucian diri akan menumbuhkan saling mencintai antara Tuhan dengan hamba-hamba-Nya.
         Tarekat Suhrawardiyah memiliki pandangan tersendiri tentang adab atau kode etik para pengikut tarekat, kedudukan syaikh, tentang kebiasaan para penghuni pondok sufi (khanaqah), aturan perjalanan (safar), sama’ (mendengarkan) lagu kerohaniaan, tarian sufi, khigah dan khalwat.
                Syaikh, dalam pandangan Tarekat Suhrawardiyah dianggap sebagai wakil nabi.Tidak ada lagi kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan wakil Nabi Muhammad SAW menuju Allah SWT. Ia mendefinisikan syaikh sebagai seorang pemimpin yang kedudukannya dikalangan sufi sangat tinggi dan luhur.
                 Tugas dari seorang syaikh adala membersihkan hati para murid agar:
1.      Cahaya kesatuan, keagungan, dan keabadian tercermin dalam hati.
2.      Kecintaan ilahi bersemayam didalam hati.
Khanaqah adalah pondokan yang dihuni para sufi. Ada tiga golongan para penghuni khanaqah :
1.      Orang-orang yang berkhidmat (ahlil khidmah)
2.      Orang-orang yang bergaul dengan masyarakat (ahlus subhah)
3.      Orang-orang yang melakukan khalwat (ahlul khalwah)
Secara lahir maupun bathin, para penghuni khanaqah mesti saling menghormati, saling memelihara kerukunan, dan saling menerapkan sikap ikhlas. Jika timbul kepura-puraan dan kepalsuan satu sama lain dalam hati mereka, maka mereka harus saling menghilangkannya, karena mereka tidak boleh menempuh kehidupan dalam kemunafikan. Pergaulan yang dilandasi kemunaafikan, bukan ketulusan, tidak akan menghasilkan apapun. Jika secara lahiriyah mereka menampakkan perdamaian, padahal dalam hati bersemayam kebencian antara satu sama lain, maka pergaulan mereka akan hancur berantakan. Jika muncul tindak penghianatan, maka mereka tidak boleh terus mengulanginya, tetapi harus segera memperbaiki dengan meminta maaf.

Safar/Perjalanan
Safar berarti perjalanan yang dilakukan kaum sufi dari satu daerah ke daerah lain. Perjalanan (safar) sangat bermanfaat dalam menundukkan hawa nafsu yang membandel dan melembutkan hati yang keras. Berada ddisebuah negeri asing, terpisah dari sahabat dan keluarga, dan latihan bersabar dalam menghadapi musibah dan cobaan, sesungguhnya bisa melumpuhkan dan menghentikan keinginan hawa nafsu, serta melembutkan hari yang keras. Dalam menundukkan hawa nafsu, pengaruh safar tak kalah pentingnya dibandingkan dengan pengaruh shalat sunnah, puasa, dan do’a.
            Dalam aturan Tarekat Suhrawardiyah, kaum sufi yang melakukan safar mestilah memperhatikan dn mengamalkan 12 aturan
1.      Mengukuhkan niat dan menjunjung nilai luhur.
2.      Melakukan safar bersama sahabat
3.      Sekelompok orang yang melakukan safar bersama-sama harus menunjuk seorang pemimpin (amir) agar semua orang didalam kelompok itu mematuhinya.
4.      Berpamitan dan mengucapkan selamat tinggal terhadap saudara-saudaranya yang masih tinggal di khanaqah.
5.      Mengucapkan selamat tinggal pada tempat-tempat singgahan, ketika akan meninggalkannya.
6.      Ketika seseorang yang melakukan safar akan menunggangi kuda, unta, tandu, atau kapal. Ia mesti berdo’a: “Segala puji bagi Allah yang menaklukan kuda ini bagi kami. Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Aku bertawakkal kepada Allah. Tiada Tuhan dan perintah kecuali bersama Allah Yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Engkaulah penunggang segenap punggung dan penolong segala urusan”.
7.      Dari tempat itu, ia harus memulai perjalanan pagi-pagi sekali pada hari Kamis.
8.      Disaat mendekati tempat tujuan, ia harus mengucapkan : “Wahai, Tuhan Langit dan segala sesuatu yang bertambah, Tuhan bumi dan segala sesuatu yang berkurang. Penguasa atas setan dan mereka yang tersisa, Tuhan angin dan segala sesuatu yang berhembus, Tuhan air dan segala sesuatu yang mengalir!Ya Allah aku berdoa untuk kebaikan tempat ini dan para penghuninya. KepadaMu aku berlindung dari kejahatan tempat ini dan para penghuninya.
9.      Mengucapkan salam ketempat yang dituju. ketika sampai ia melakukan shalat dua rekaat.
10.  Menyiapkan segala perlengkapan safar, seperti tongkat, wadah air dan ikat pinggang.
11.  Ketika sudah tiba disebuah kota atau tempat yang dituju, ia harus mengucapkan salam kepada seluruh penghuni tempat itu.
12.  Sebelum memasuki tempat itu, sebaiknya mandi terlebih dahulu, jika memungkinkan.[10]



















KESIMPULAN
Harun Nasution mendefinisikan tarekat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah. Dari sekian banyak aliran tersebut, oleh Jam’iyyah Ahli At-Thariqah Al Mu’tabarah An Nahdliyah dikelompokkan menjadi mu’tabarah dan ghairu mu’tabarah . Yang dimaksud Thoriqoh Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang memiliki sanad yang muttasil (bersambung) sampai kepada Rosululloh. Beliau menerimanya dari malaikat Jibril AS. Dan malaikat Jibril dari Allah SWT. Sehingga dapat diikuti dan dikembangkan yang jumlahnya ada 43 aliran tarekat. Sedangkan Thariqah Ghairu Mu’tabarah adalah aliran tarekat yang tidak memiliki kriteria seperti Thariqah Mu’tabarah.
Suhrawardiyah adalah nama sebuah Thoriqoh yang dinisbatkan kepada Abu Najib As Suhrawardi dan anak saudaranya, Shibahuddin Abu Hafs Umar ibn Abdillah Ad Suhrawardi. Thoriqoh ini mengajarkan tasawuf secara teoritas kepada murid-muridnya dan pengamalan tarekat secara praktis, khususnya kepada mereka yang ingin memasuki jalan thoriqot ini. Thoriqoh Suhrawardiyah juga mengajarkan tentang dzikir, muroqobah, tauhid dan daur,
Thoriqoh Suhrawardiyah memiliki ajaran tentang Al-Mahwu yang bararti menghapus wujud seorang hamba.
                             Ada tiga peringkat Al-Mahwu, yaitu:
ü  Peringkat terendah, yaitu mahwu sifat-sifat tercela dan berbagai perbuatan maksiat.
ü  Peringkat menengah, yaitu mahwu sifat-sifat terpuju dan tercela.
ü  Peringkat tertinggi yaitu mahwu dzat.












DAFTAR PUSTAKA

Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010
Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011.
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03,
[1]. KH.A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf ,Surabaya : Imtiyaz, cet Ke II, 2014.

http://al-asfa.blogspot.co.id/2015/08/tarikat-suhrawardiyah-dan-ajarannya.html




[1] Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tarekat, Jakarta: Rajawali Pers, 2013, Hal. 184
[2] Ibid, Hal. 185
[3] A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010, Hal. 233
[4] Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, Jakarta: LP3ES, 2011, Hal. 212

[5] Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Jakarta: Amzah, 2015, Cet. Ke-03, Hal. 290
[6]. KH.A. Aziz Masyhuri, 22 Aliran Tarekat Dalam Tasawuf ,Surabaya : Imtiyaz, cet Ke II, Hal  51-52
[7] Ibid Hal 299-300
[8] Ibid Hal 291-292
[9] http://al-asfa.blogspot.co.id/2015/08/tarikat-suhrawardiyah-dan-ajarannya.html diakses pada hari Rabu 29 November 2017 pukul 21.39 WIB

[10]  Ibid hal 294-296.

BAGIKAN KE ORANG TERDEKAT ANDA
ONE SHARE ONE CARE

Sekilas tentang penulis : Khalwat Elia

Healthy IF adalah sebuah blog personal yang membahas berbagai macam informasi dari berbagai macam dunia kesehatan dari mulai manfaat hingga bahaya yang ditimbulkan dari berbagai macam tumbuhan dan lain sebagainya.