PENGERTIAN AGAMA DALAM AL-QUR’AN
(( Tugas Mandiri ))
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir (Aqidah)
Dosen Pengampu: H. Nur Said, MA, M. Ag
Disusun oleh :
Lia Muthoharoh
(1430310004)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN
USHULUDDIN / AT
TAHUN
2015
PENDAHULUAN
Agama adalah suatu kepercayaan yang di yakini
seseorang untuk membuat hidupnya lebih tentram dan mengantarkan seseorang itu
dalam kebaikan. Hal tersebut terbukti dengan berkembangannya zaman. pada
hakikatnya dulu manusia masih berada dalam masa jahiliyah yaitu masa kebodohan
yang belum mengenal kasta dan agama, dimana seseorang tersebut masih dalam
tahap pencarian jati diri. Dengan keadaan seperti itu manusia semakin dalam
kebodohan dan merajalela sehingga Allah menyampaikan wahyu kepada malaikat
Jibril untuk disampaikan kepada para rasulNya, disitulah agama mulai di sebarluaskan.
Pada makalah kali ini, saya akan menjabarkan secara detail mengenai
pengertian agama dalam Al-Qur’an, makna semantik kata Ad-din (agama), serta
perbedaan Millah dan din dari segi makna maupun penggunaan
lafalnya .
RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian agama itu?
- Apa sajakah Makna Semantik dari Kata Ad-Din itu?
- Apa perbedaan Millah dan din dari segi makna maupun penggunaan lafalnya?
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Agama
Agama, Religi dan Din (pada umumnya) adalah satu
sistema credo (tata-keimanan atau tata-keyakinan) atas adanya sesuatu Yang
Mutlak di luar manusia dan satu sistema ritus (tata-peribadatan) manusia kepada
yang dianggapnya Yang Mutlak itu serta sistema norma (tata-kaidah) yang
mengatur hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan
tata-keimanan dan tata peribadatan termaksud. Agama,
Religi dan Din masing-masing memiliki arti etimologis sendiri-sendiri,
masing-masing memiliki riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, akan tetapi
dalam arti teknis terminologis, ketiga istilah itu mempunyai makna yang sama.[1]
Dalam bahasa
Arab, “Agama” adalah ad-din. Al-Qur’an menggunakan kata din untuk
menyebut semua jenis agama dan kepercayaan kepada Tuhan, Secara bahasa, Ad-Din artinya taat, tunduk, dan berserah diri.
Adapun secara istilah berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan
diikuti (ditaati) baik berupa keyakinan, aturan, ibadah dan yang semacamnya,
benar ataupun salah. sebagaimana firman Allah SWT :
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَ لِيَ دِيْنٌ
.
‘Untukmulah
agamamu dan untukkulah agamaku’ (QS. Al-kafirun: 6)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْأِ سْلاَمِ دِيْناً فَلاَ يُقْبَلَ مِنْهُ
.
‘Barang siapa
mencari agama selain (agama) islam, maka agama itu tidak akan diterima darinya’ (QS. Ali
Imran: 85)
هُوَ الَّذِى أَرْسَلَ َرسُوْ لَهُ بِا لْهُدى وَدِيْنِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ
‘Dialah yang
telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama Kebenaran
untuk Dia menangkan atas semua agama’ (QS. Al-fath: 28) . [2]
Pada
ayat pertama dan kedua di atas dibicarakan tentang agama islam (agama
orang-orang mukmin) dan agama selain islam (agama orang-orang kafir) sebagaian dua agama
yang berbeda. Sedang pada ayat ketiga dibicarakan tentang keunggulan agama
kebenaran (islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw.) atas semua agama baik agama
islam yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya maupun agama dan kepercayaan yang
sesat. Pada kesemuanya itu digunakan istilah din.
B.
Makna Semantik (bahasa) Kata Din
Kata Din adalah bentuk mashdar (kata dasar) dari kata kerja dana-yadinu yang memiliki banyak
makna, antara lain:
1)
Ketaatan dan kemaksiatan (ath-tha’ah wa al
ma’shiyah)
2)
Kemuliaan dan kehinaan (al-’izzah wa adzillah)
3)
Paksaan (al-ikrah)
4)
Kesalehan (al-wara’)
5)
Perhitungan (al-hisab)
6)
Pembalasan (al-jaza’ wa al-mukafa’ah)
7)
Putusan (al –qadha’)
8) Kekuasaan (as-sulthan wal hukm)
9) Pengaturan,
pengurusan (at-tadbir
10) Tingkah laku (as- sirah)
11) Adat,
kebiasaan (al ‘adah)
12)
Keadaan ( al-hal),
13)
Perkara, urusan ( asy-
sya’n)
14) Ibadah (al’ibadah)
15) Millah dan madzhab
16) Tauhid
Makna Din dalam Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an, kata yang berasal dari akar kata ) ( د – ي - ن disebutkan sebanyak 101 kali, dengan perincian sebagai
berikut :
1.
Yang bermakna Din disebutkan sebanyak 95 kali dalam
bentuk-bentuk sebagai berikut:
a. Mashdar (kata dasar) : din-ad-din (دين–الدين) :92 kali;
b.
Isim Maf’ul (kata sifat bentuk pasif): madinun dan madininمدينون–مدينين) ) 2 kali;
c
Fi’il mudhari’ (kata kerja bentuk sekarang/ yang akan datang): yadinun
يدينون))
2. Yang
bermakna Dain (hutang) sebanyak 6
kali:
a.
mashdar dain دَين)) : 5 kali ;
b. Fi’il Madhi (bentuk lampau): tadayantum
تداينتم)) : 1 kali
Jika kita mengkaji kata din dalam Al-Qur’an, maka ketiga
penggunaan kata kerja dana yang dikemukakan oleh Dr. Muhammad Abdullah
Daraz diatas, akan kita temukan didalamnya. Yang paling banyak adalah
penggunaan ketiga (dana bihi) yang bermakna agama atau kepercayaan
kepada Tuhan yang disebutkan sekitar 63 kali, baik agama islam maupun agama dan
kepercayaan lainnya. Penggunaan kedua (dana lahu) disebutkan 12 kali,
yang bermakna: “ketaatan dan ketundukan kepada Allah” dan (memurnikan) peribadatan
kepadaNya. Sedangkan penggunaan pertama (danahu) disebutkan sebanyak 15
kali, bermakna (hari pembalasan) dan yang diberi balasan atau yang dikuasai.[3]
C.
Perbedaan Millah dan din
dari segi makna maupun penggunaan lafalnya
a.
Dari segi makna, para ulama berkata : “Adapun apa yang
dibebankan Allah kepada hamba-hamba-Nya dinamakan syara’ jika di lihat
dari segi undang-undang dan penjelasan. Dinamakan din
dari segi adanya ketundukan dan kepatuhan kepada syari’ (pembuat
syara’), dan dinamakan millah dari segi berupa himpunan taklif.
b.
Dari segi penerapan kata, dibedakan bahwa kata millah tidak
dirangkaikan kecuali kepada para nabi dan kepada lafaz bermakna jama’ (suatu
kaum atau umat), seperti millah Ibrahim (agama Ibrahim), millah aba’i
(agama nenek-moyangku), millatahum (agama mereka, umat Yahudi dan
Nashrani). Hampir tidak bisa ditemukan millah yang dirangkaikan pada lafal
Allah atau kepada individu (perseorangan). Oleh karenanya, tidak bisa
dikatakan, misalnya millah Allah, millati (millah ku) dan millah Zaid.
Adapun kata Din bisa ditangkaikan kepada semua itu, seperti Din
Allah, Din Zaid, dini, dan dinukum.[4]
Dari berbagai definisi tentang agama diatas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa apa yang disebut agama dalam sepanjang sejarah manusia itu
haruslah memenuhi dua makna, yakni:
1.
Al-halah an-nafsiyyah yaitu
situasi kejiwaan (kondisi subyektif) orang yang beragama. Sedangkan menurut
Ustad Mahmud Abul Faidh adalah kepatuhan dan ketundukkan kepada akidah apapun,
baik yang berpaham monotheisme (satu Tuhan) ataupun politheisme (banyak Tuhan).
2.
Al-haqiqah al-kharijiyyah yaitu kenyataan lahiriah (realitas obyektif) orang yang beragama.
Dari segi ini, agama didefinisikan sebagai undang-undang teoritik yang memberi
batasan terhadap kekuatan ilahiah.[5]
Setiap
agama yang lahir di masyarakat manusia, apapun macam ajarannya selalu memiliki
dua wajah ajaran, yakni :
1.
Wajh sirriy bathiniy
yakni ajaran bathiniah, bersifat kebatinan dan kepercayaan.
2.
Wajh zhahiriy fiqhiy ‘amaliy yakni ajaran lahiriah yang bersifat praktis dan terapan. Selain
itu, unsur yang terdapat dalam agama antara lain:
1.
Pengakuan adanya “kekuatan Gaib” yang menguasai, mengatur, atau mempengaruhi
kehidupan manusia.
2.
Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung adanya
hubungan baik dengan “kekuatan Gaib” tersebut.
3.
Sikap emosional pada hati dan jiwa manusia terhadap “Kekuatan Gaib”
itu, seperti rasa takut, rasa hormat, cinta, penuh harap, dan pasrah.
4.
Tingkah laku tertentu yang bisa diamati sebagai buah dari ketiga
unsur diatas, seperti sholat, sembahyang, puasa, berdoa dan lain-lain.[6]
KESIMPULAN
Dalam bahasa Arab, “Agama” adalah ad-din.
Al-Qur’an menggunakan kata din untuk menyebut semua jenis agama dan
kepercayaan kepada Tuhan, Secara
bahasa, Ad-Din artinya taat, tunduk, dan berserah diri. Adapun secara istilah
berarti sesuatu yang dijadikan jalan oleh manusia dan diikuti (ditaati) baik
berupa keyakinan, aturan, ibadah dan yang semacamnya, benar ataupun salah.
Ad-din memiliki makna
tersendiri dalam Al-Qur’an, antara lain: ketaatan dan kemaksiatan, Kemuliaan
dan kehinaan, Paksaan, Kesalehan , Perhitungan ,
Pembalasan ,Putusan , kekuasaan, pengaturan, pengurusan, tingkah laku,
adat, kebiasaan, keadaan, perkara/urusan,
Ibadah, Millah dan madzhab, tauhid, dan nama bagi sarana untuk menyembah Allah.
Dalam penulisan makalah ini tentu banyak kekurangan disana sini,
hal itu tidak lain dikarenakan keterbatasan pemakalah. Oleh karena itu, kritik
dan saran dari bapak dosen pengampu dan teman-teman sangat diharapkan pemakalah
untuk menghindari kesalahan dalam memahami suatu keilmuan dan juga untuk
memperbaiki untuk pembuatan makalah
selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Saufuddin,
Endang. 1993. Wawasan Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Aziz, Imam 2004 Tafsir Maudhu’in
Al-Muntaha, Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
1 comments: Add Comments
Iya sama2 semoga bermanfaat ya kak